Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melalui Ketua Umumnya, Victor Yeimo mengatakan sepanjang tahun 2012, 22 anggota KNPB telah dibunuh oleh aparat keamanan Indonesia. Selain itu, 51 anggota KNPB masih mendekam dalam terali besi dan belasan lainnya masuk dalam daftar DPO dengan tuduhan yang tidak benar.
“Prediksi 2013, pembunuhan dan penangkapan akan dilegalisasi dengan UU Teroris oleh Indonesia terhadap aktivis dan rakyat Papua yang berjuang menuntut kedaulatan bangsa Papua Barat. Siasat baru dengan pola moderen.” kata Victor Yeimo, Jumat (04/01).
Sepanjang tahun 2012, beberapa anggota KNPB telah ditangkap oleh Polisi dengan tuduhan terlibat jaringan kepemilikan amunisi dan perakit bom. Sedangkan dua pemimpin KNPB yang ditembak mati oleh Polisi, yakni Mako Tabuni dan Hubertus Mabel disebutkan melakukan perlawanan saat akan ditangkap. Meskipun beberapa saksi mata menyebutkan Mako Tabuni tak memberikan perlawanan saat ia ditembak mati di Perumnas III, Waena, Jayapura 14 Juni 2012.
Konsultan Human Rights Watch (HRW) untuk Indonesia, Andreas Harsono, dilansir oleh suarapapua.com mempertanyakan tindakan aparat keamanan Indonesia yang melakukan penembakan hingga 22 orang anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) meninggal sepanjang tahun 2012, dan 55 orang ditangkap, serta membuat ratusan orang lainnya terluka.
“22 orang KNPB meninggal dengan penembakan, serta puluhan ditangkap, dan entah berapa ratus terluka, tanpa ada proses peradilan yang transparan, serta tanpa mekanisme internal terhadap prosedur kerja polisi di Papua, menimbulkan pertanyaan apakah represi terhadap KNPB ini legal?”
Menurut Harsono, alasan polisi harus ditunjukan secara transparan.
KNPB, diawal kehadirannya di Papua di penghujung tahun 2006 merupakan organisasi mahasiswa yang konsisten memperjuangkan hak dasar masyarakat asli Papua. KNPB saat itu dikendalikan oleh beberapa mahasiswa di berbagai perguruan tinggi yang kembali ke Papua sepanjang tahun 2006. Kemudian, KNPB menjelma menjadi organisasi masyarakat dengan simpatisan mencapai puluhan ribu. KNPB mulai membangun jaringan pergerakannya di hampir seluruh kabupaten di Papua dan Papua Barat.
Bersamaan dengan bertumbuhnya organisasi KNPB ini, dalam aksi-aksi demonstrasi KNPB, yang semula dilakukan secara damai mulai terjadi kekerasan dan intimidasi terhadap warga lainnya. Beberapa kali aksi demonstrasi damai KNPB berakhir dengan intimidasi kepada warga yang tak ikut berdemonstrasi atau konflik dengan aparat keamanan. International Crisis Group (ICG) dalam laporan terakhirnya, mencatat adanya radikalisasi para aktivis dari pegunungan Tengah di provinsi Papua. ICG juga menyebutkan adanya hubungan KNPB dengan kejadian kekerasan yang terjadi di Papua tahun 2009. KNPB disebutkan oleh ICG tidak mewakili rakyat Papua secara luas dan taktiknya dikecam oleh para aktivis lain. Karena KNPB dianggap berpandangan bahwa cara-cara damai telah gagal untuk membawa hasil.
Almarhum Mako Tabuni menyebutkan bahwa intimidasi kepada warga, termasuk jurnalis dilakukan oleh oknum penyusup dalam massa aksi KNPB dan juga oknum wartawan yang bekerja ganda sebagai intel aparat keamanan. Konflik dengan aparat keamanan terjadi karena provokasi oleh aparat keamanan.
“Massa demo kami ribuan. Kami tidak tahu, mungkin ada oknum penyusup yang mengintimidasi warga. Tapi kami tahu kalau dikalangan wartawan juga ada intel yang menyamar sebagai wartawan. Wartawan seharusnya bersih dari intelijen.” kata almarhum Mako Tabuni saat dirinya dimintai konfirmasi oleh tabloidjubi.com tentang oknum massa aksi KNPB yang mengintimidasi warga dan melakukan kekerasan terhadap jurnalis, akhir Maret 2012.
Sumber: Penulis : Victor Mambor on January 4, 2013(Jubi/Victor Mambor)