Sabtu, 03 Mei 2014

Apa Kabar Koruptor?

Oleh: Robertus Nauw (*)

Apa kabar Koruptor? Barangkali itu adalah sepenggal kalimat yang kedengaran mengusik ketenangan para koruptor di tingkat elit lokal. Semoga, kabar kalian baik! Kita harus menaruh perhatian lebih pada kabar. Mereka salah satu faktor penyebab kemiskinan dan ketertinggalan rakyat marjinal hari ini
 
Para Koruptor mencuri dan memasung hak-hak rakyat, sehingga membuat rakyat kita semakin marginal. Sisi lain, fenomena ketidakberdayaan rakyat dijadikan lahan subur bagi koruptor. Dalam kondisi ini, penolakan masyarakat terhadap korupsi dan pelakunya di daerah sangat lemah. Padahal dengan pengawasan ekstra kuat, pemerintah akan bersih dari korup. 

Apakah karena masyarakat telah memberikan mandat pada lembaga pengawasan sekelas DPRD dan DPRP, sebagai representatif rakyat untuk mengawasi? Tapi, rakyat mulai pesimis dengan sebagian besar wakil rakyat. Mereka yang mestinya punya tugas untuk menyambung lidah rakyat sudah tidak dapat dipercaya. 

Harapan memiliki masa depan bebas dari tindakan elit yang menggunakan jabatannya menindas dan memiskinkan rakyatnya secara masif, guna memperkaya diri dan kelompoknya terbuka lebar. Sehingga harapan mewujudkan pemerintahan yang bebas dari korupsi di Papua sebatas wacana. Korupsi di Papua terus meningkat drastis baik secara kualitas maupun kuantitasnya. 

Lihat saja, kasus korupsi berjamaah APBD Papua Barat senilai Rp22 Miliar oleh anggota DPRP Papua Barat yang terhormat. Sementara, DPRP Papua merampas hak rakyat Papua dengen menerima Bantuan Sosial Rp2 Milar lebih. Mereka yang mestinya berada di front depan untuk mengawasi uang rakyat makan ikut makan. 

Jelas-jelas, perbuatan mereka melanggar Pasal 33 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Masyarakat tampaknya harus mulai melawan kepalsuan dan pelacuran politik para elit yang berimbas pada semua aspek kehidupan masyarakat. 

Kebobrokan ini pantas disesalkan karena pemberantasan kasus korupsi terkesan lamban. Ini mengakibatkan sistem ekonomi, politik, kekuasaan dan lapisan birokrasi seakan berasaskan kekeluargaan, kekuasaan hanya berputar pada kalangan terbatas, sehingga upaya pemberantasan korupsi sulit dibongkar secara tuntas dan menyeluruh. 

Semangat pemberantasan korupsi sampai ke daerah harus didukung penuh, guna membongkar kongkalikong kasus-kasus besar yang disimpan sebagai koleksi pribadi pihak penyidik. Ini penting untuk meminimalisir lenyapnya kasus korupsi saat penyidikan di  tingkat polisi dan kejaksaan, yang sering dikondisikan hilang dari konsumsi publik.  

Keberhasilan pemerintah untuk memuaskan masyarakat terkait penanganan pemberantasan kasus korupsi dan pemberantasan kolusi sosial, berpulang pada masyarakat terdidik agar lebih kritis mencegah kejahatan dan memungkinkan untuk memutus mata rantainya. 

Pudarnya Gerakan Mahasiswa
Sebuah kritik buat aktivis mahasiswa di tanah Papua (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat), kampus adalah tempat mimbar bebas yang mengawali seorang mahasiswa mengenal kehidupan gerakan, kendati pun bukan dari jurusan ilmu politik atau ilmu sosial lainnya. Namun, dinamika konsistensi gerakan politik kampus kian mempertegas mahasiswa sebagai sesuatu kekuatan politik besar. 

Gerakan moral mahasiswa selalu menjadi alat yang cukup efektif, mengontrol kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat. Apa yang diperjuangkan selalu berdasarkan pada target, tujuan dan orientasi yang jelas, yaitu, demi sebuah perubahan bagi rakyat dan tegaknya demokratisasi. 

Namun, realitanya mahasiswa di tanah Papua bergerak atas hasil seting politik yang dimainkan para elit (pemerintah, pengusaha, politisi) untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Para aktivis terjebak dalam pelacuran intelektual bersama para elit dalam pusaran kubangan kongkalikong, dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan di daerah. 

Mahasiswa dimanfaatkan untuk kerja-kerja politik praktis, gerakan moral yang domotori mahasiswa lebih mencerminkan pertarungan antar elit, bahkan isu yang diangkat pun seputar isu elit, bukan lagi isu-isu yang menyentuh kepentingan masyarakat. Bahkan, organisasi kampus dan ekstra kampus sudah terbagi ke dalam kelompok-kelompok elit, yang memiliki afiliasi politik tertentu dengan penguasa baik legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Salah satu contoh, lihat saja konstelasi gerakan mahasiswa dalam mengawal kasus korupsi Rp22 Miliar di provinsi Papua Barat sangat menjijikan karena terkontaminasi dengan segala macam kepentingan elit lokal. Ini kemungkinan ada karena masa mahasiswa di provinsi Papua Barat tidur begitu pulasnya

Gerakan anti korupsi di tanah Papua akan nampak  jika dewa-dewa mereka tersandung kasus, lantas mahasiswa hadir dengan aksi mendukung maupun aksi tandingan untuk membela kepentingan elit mereka. Cermin gerakan mahasiswa benar-benar kehilangan arah, kehilangan target, dan orientasi sebenarnya,  mengingat perjuangan mahasiswa sudah tidak selalu pararel dengan kepentingan masyarakat. 

Mahasiswa berusaha berpisah dari masyarakat. Padahal tanpa kepentingan  masyarakat, gerakan mereka tidak akan berarti. Sebab kepentingan masyarakat adalah alasan kekuatan utama, melakukan perubahan di negeri tercinta ini.

Mengingat aktivitas mereka dekat dengan elit lokal dan aksi mereka tergantung pada selera elit, mengakibatkan mahasiswa di daerah lahir dan besar dalam karakter yang di bangun para elit. Sehingga mahasiswa bermental buruh, meminta-minta dengan konsep intelektual proposal mereka, bahkan berhenti sebagai mahasiswa penjilat demi materi. Padahal mahasiswa sendiri bukan kerbau, lantas selalu menurut. 

Agar gerakan moral mahasiswa tidak mengalami kegamangan dalam mengawal penuntasan kasus korupsi di tanah Papua, maka perlu adanya saling percaya antar mahasiswa dan masyarakat untuk mempertahankan isu bersama, bahkan perubahan fokus isu di daerah untuk didorong bersama dan dikawal hingga tuntas. 

Kalau gerakan mahasiswa terus terkontaminasi, bukan tidak mungkin gerakan moral mahasiswa tidak akan mendapatkan simpati dari masyarakat, karena tidak mempunyai bargaining position yang kuat terhadap pemerintah. Tentu akan berakibat buruk bagi perjalanan demokrasi selanjutnya. 

Koruptor lokal di provinsi Papua barat kian mengancam bangsa ini, dengan terus menambah daftar penderitaan rakyat. Menggunakan modus korupsi yang sama, yakni korupsi berjamaah mengikuti tren koruptor elit di pusat. Bahkan, jauh lebih menakutkan ancaman elit lokal di daerah sebagian besar tidak disentuh hukum, karena upaya pemberantasan korupsi selalu saja berhadapan dengan banyak kepentingan. 

Tak jarang pemberantasan korupsi mendapatkan serangan balik dari pihak-pihak tersangka. Sejarah bangsa ini mencatat, setiap ada upaya pemberantasan korupsi di semua daerah selalu muncul counter attack dari para koruptor. Contoh kasus aktivis KAMPAK dan berbagai aktivis LSM lainnya yang telah dan sedang berjuang keluar dari counter attack dari para koruptor di provinsi Papua Barat.

Pertanyaannya, mampukah upaya pemberantasan korupsi konsisten menembus isu integrasi dan disintegrasi yang kuat membentengi para koruptor di Provinsi Papua dan Papua Barat, pasca dating pace klik?

Untuk keluar dari masalah ini, kita harus mengakhiri dengan bergerak bersama dan saling merangkul, membongkar sendi-sendi dan tembok koruptor yang terpatri dengan rapi.
Kita dukung lembaga independen untuk pemberantasan korupsi di tingkat daerah dan provinsi untuk bersinergi melakukan advokasi dan investigasi mendalam soal dugaan penyakit kronis yan satu ini yang telah dan sedang menjajah dan bersemayam di relung hati para elit lokal  mulai dari Eksekutif dan Legislatif bahkan bukan tidak mungkin ditingkat Yudikatif, untuk dibongkar.
Kalau semangat ini tidak didukung oleh semua kelompok penekan, maka rakyat di kota ini bersiap-siap untuk waspada, bersiap-siap untuk melarat, bersiap-siap untuk dininabobohkan karena semua koruptor elit di tingkat lokal hari ini, kemungkinan masih dalam keadaan yang baik-baik saja! Itu sudah hukum alam kalau koruptor kabar baik, maka bukan tidak mungkin gerombolan pencuri yang lain, sehat walafiat pula.

Toh, hukum negeriku Indonesia Raya memang aneh: lihat saja, yang judi kena tangkap? Yang produksi kartu gak diapa-apain! Yang mabok kena tangkap? Yang produksi miras dibiarkan! So, hukum paling aneh, barangkali di dunia, cuma di Indonesia, KUHP itu sama dengan Kasih Uang Habis Perkara. Jadi, jangan heran kalo pencuri kerak putih, kelak bisa lolos, Hidup Koruptor!

Robertus Nauw adalah Mantan Relawan PSCS Kota Jayapura-Papua.
 ARTIKEL ini terbit pada majalah selangkah.com, edisi Rabu, 20 November 2013