Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Apolo Safanpo, Ketua Ikatan Cendekiawan Awam Katolik (ICAKAP) mengatakan, perayaan Paskah nuansa Papua digelar sebagai wujud inkulturasi nilai-nilai adat Papua yang semakin terlupakan di era ini.
Hal itu diungkapkannya seusai misa Paskah Papua di halaman SMA Teruna Bakti Waena, Jayapura, hari ini, Senin (21/04) sore.
"Leluhur kita dekat dengan Penguasa, Pencipta alam zaman dahulu. Orang percaya bahwa alam kita ini di ciptakan. Ketika Gereja masuk di Papua kemudian mereka mengatakan kebenaran akan penciptaan itu, yakni oleh Allah. Allah itu yang kita kenal sampai sekarang," kata Apolo yang menjelaskan agama datang menegaskan apa yang telah ada oleh masyarakat adat.
Lanjutnya, ketika perkembangan zaman, terkadang kita merasa Allah pencipta Alam semesta itu jauh untuk kita melakukan komunikasi dengan-Nya. Paskah nuansa Papua ini dibuat dengan cara-cara seperti dulu leluhur berkomunikasi, dibuat dengan kental budaya, agar kita tidak merasa jauh dan asing untuk berkomunikasi dengan Allah Sang pencipta.
Ia menjelaskan, orang Papua percaya bahwa ada kekuatan yang lebih besar, melebihi kekuatan yang ada di dunia. Dan kekuatan itu adalah Tuhan, Allah, Sang Pencipta. Misalnya ketika bencana alam, longsor, banjir, orang akan membuat ritual sebagai saluran untuk meminta kepada sang pencipta air, hutan, atau tanah agar menjauhkan bencana dari mereka.
"Kegitan ini dilakukan untuk menjaga unifikasi orang Papua teman-teman dari Ngalum, Asmat, Moni, Mee, kita dihimpun dalam satu rumah. Ini karena negara ini berkembang terus sampai ke Otonomi Khusus, pemekaran muncul, lalu kita di kotak-kotakan, sehingga muculah asrama sendiri-sendiri dan kita berjalan sendiri-sendiri juga," ungkap Apolo.
Ke depan Paskah Papua akan tetap dipertahankan sebagai media inkulturasi nilai nilai budaya.
Di tempat yang sama, Aloysius Giay, kepala dinas Kesehatan provinsi Papua, juga tokoh pemuda pegunungan tengah Papua ini mengatakan bahwa kegitan seperti begini sangat baik karena ini merupakan inkulturasi dari budaya Papua,
"Gereja lokal perlu mengakomodir nilai-nilai adat, tata perayaan gereja perlu ada inkulturasi, supaya ada rasa bahwa Allah milik kita dan tidak jauh dari adat yang mereka pegang," kata Giay.
Giay juga mengapresiasi Paskah bernuansa Papua, karena menurutnya, itu memudahkan masyarakat berkomunikasi dengan Tuhan sesuai dengan budayanya, sehingga tidak asing dengan tata perayaan ekaristi yang ada. (Hendrikus Yeimo/MS)
sumber: http://majalahselangkah.com/content/-paskah-nuansa-papua-wujud-inkulturasi-nilai-nilai-adat