Minggu, 30 Oktober 2016

MENCARI HARAPAN DI ANTARA POTRET BURAM PILKADA



(Sebuah Refleksi Kritis Akan Dinamika Politik Di Kampung Halaman)

Oleh: Robertus Nauw (*)



Perhelatan politik sudah ujung pintu, genderang pilkada sudah di tabu maybrat siap melilih, semua itu kembali ke pilihan pibadi, sebagaai orang yang berilmu tentunya sudah mampu mengambil satu keputusan, namun bagaimana dengan yang tak berilmu di negeri kita, apakah harus jadi korban cuci otak kalangan tertentu, sebagai kelasiman dalam perilaku politik di negeri yang konon katanya didiami oleh ra bobot, entah !! 

“Maybrat adalah sebuah daerah otonom baru dibentuk berdasarkan undang-undang no 13 tahun 2009 tentang pembentukan kabupaten maybrat dengan jumlah penduduk berdasarkan undang-undang ini kurang lebih 30612 juta jiwa (tanpa dirinci berdasarkan jenis kelamin) sebagian besar berdomisili di daerah pedalaman maybrat dengan mata pencaharian utama sebagai petani yang berkebun masi secara nomaden.” (Nadjemuddin, hal 13)

Seiring berjalannya waktu, apakah visi perbaiakn kualitas hidup akar rumput yang menjadi isu primadona sebagai bargaining hadirnya pemerintahan di sana, apakah  sudah berjalan sesuai asas kelayakan, atau belum biar pemimpin dan komplotannya yang bicara lewat program nyata.  

Untuk mewujudkan pemerintahan yang dapat melakukan semua tugas pokok dan mengembangkan misinya, diperlukan lembaga dan pemimpin yang siap melayani masyarakat. Sejauh ini, di Kab Maybrat sudah terlihat bahwa kehadiran lembaga-lembaga pemerintahan semakin dominan. Sayangnya lembaga-lembaga itu seringkali tidak begitu mampu memberi pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Dengan mengambil maybrat sebagai obyek kajian, semakin terasa meningkatnya keluhan masyarakat atas pelayanan yang miskin dan mengecewakan dari lembaga-lembaga pemerintahan pada berbagai tingkatan dan sektor. Namun itu bukan berarti pelayana di maybrat ada dalam sebuah potret yang buram. 

Bahkan belum lama ini di berbagai media, masih terus memperlihatkan mengalirnya berbagai informasi mengenai penyalahgunaan kekuasaan (Power  Obuse) baik dilakukan oleh kepada daerah dan juga kepala-kepala SKPD. Salah satu sebab, kalau bukan sebab utama, dari semua itu adalah terbatasnya kehadiran pemimpin-pemimpin yang memiliki komitmen sebagai pelayan (servant leaders). Asas mempertanggungjawabkan kepada masyarakat  (Pubic Accountability) sebagai sesuatu yang secara hakiki seyogyianya melekat pada eksistensi kepemimpinan belum terhayati. 

Akibatnya, partisipasi masyarakat  di berbagai sektor pun masih sulit di pacu. Apa yang secara umum kita saksikan adalah kehadiran pemimpin-pemimpin yang lebih suka dilayani,  dan partisipasi masyarakat yang lebih banyak bermakna pengorbanan.

Secara mendasar, keluhan tentang rendahnya kualitas pelayanan publik dibidang perijinan usaha, bantuan modal usaha, pengawasan lingkungan hidup, angkutan umum (darat, laut dan udara) rumah sakit jalan raya, ekonomi berbasis kerakyatan, air minum, listrik, telepon, dan kualitas pendidikan, bahkan polemik letak ibukota kabupaten sebagai pusat pelayanan sudah menjadi tema perbincangan sehari-hari. 

Semua itu merupakan bukti atas masih rendahnya kualitas pelayanan yang diterima oleh masyarakat. kecenderungan beberapa pejabat melakukan korupsi, dan kelalaian masyarakat melakukan pengawasan  atas kegiatan bisnis besar yang melibatkan uang negara dan uang masyarakat misalnya, jelas mencerminkan kualitas kepemimpinan mereka. 

Skandal korupsi kepala derah yang kemudian menjadi contoh paling gamlang dari kelalian pemerintah dan masyarakat sebenarnya dalam menjalankan amanah konstitusi mewujudkan sebuah visi pemerintahan yang baik (Good Goverment) dan kasus yang telah dan sedang terjadi di maybrat seperti ini merupakan contoh kemunduran yang paling gamlang di dilihat didepan mata. 

 Seharusnya kasus seperti ini, justru menyadarkan kita bahwa keleluasan mereka itu hanya terdapat terpelihara sekian lama akibat adanya kolusi dengan pejabat. Dan kalau diteliti lebih jauh tentunya sangat melukai hati akar rumput.

Terlepas dari itu, kita saat ini dihadapkan pada kenyataan apakah saat ini masyarakat mampu melihat dengan jeli, akan akal busuk pejabat atau pemimpin siapa dalam slogan pelayanan kepada masyarakat. Mengingat masyarakat belum cukup mantap untuk menjamin lahirnya pemimpin – pemimpin yang baik.

Kericuhan yang tidak jarang kita kita saksikan di dalam Proses Pemilihan Bupati, Bahkan Kepala Desa Di Maybrat sekalipun semua mengindikasikan adanya ketidak serasian antara hasrat apalagi bertujuan untuk memperoleh pemimpin-pemimpin yang baik, sehingga penolakan pun diam-diam terjadi kelak di kalangan masyarakat adalah sebuah konsekuiensi.

Menurut saya, mencari sosok pemimpin di maibrat saat ini hanya kembali kepada hal kepekaam masyarakat, sekali lagi kepekaan tanpa embel-embel provokasi dan sentiment politik tertentu dari masyarakat untuk membedakan antara pemimpin yang baik dan yang buruk, yang cakap dan yang bodoh, yang jujur dan yang korupsi, yang mementingkan kepentingan masyarakat di atas segalanya ketimbang mementingkan kepentingan kelompok, suku isme, kampung isme bahkan keret, tanpa melukai sisi kemanusiaan kita sebagai manusia pemilik negeri maybrat secara sah. Dan ketidak pekaan ini akan sulit memberi respon yang tepat didalam proses kepemimpinan. 

Sebagai refleksi bagi kita semua, terutama masyarakat yang sedang mencari idola pemimpin baru di maibrat, ingat bahwa dua figur (kandidat) hari ini sebagai figure terbaik orang maybrat. ini adalah tokoh terbaik maibrat kembali pada karya mereka apakah meninggalkan  kebaikan atau tinggalkan warisan penderitaan yang berkepanjangan bagi rakyat di negeri leluhur mereka sendiri, untuk hal ini biar hanya dewa yang tau. 

“Mengingat keteladanan adalah tantangan paling berat yang diharapkan pada upaya pengembangan kepemimpinan pemerintahan.” (MR Rasyid, 127) Dalam kasus pilkada maybrat kali ini, menurut hemat saya sebenarnya adil, karena sosok bupati sebelumnya hanya reuni bertarung kembali secara terbuka melawan wakilnya dulu dalam pemerintahan. Itu artinya, biar karya yang bicara karena dengan begitu masyarakat yang peka menilai sisi pelayanan dan keteladanan selama kepemimpinan. dan untuk memilik pemimpin yang baik itu di tangan anda jadi jangan golput. 


(ini hanya sebuah refleksi untuk hari ini, tidak untuk didiskusikan)


(*) Penulis adalah pegiat pendidikan, mantan kontributor kantor berita negara ANTARA biro papua barat, dan wartawawan papuabaratpos, perna menjabat sebagai Staf Leassion Assistant AUSAID dan saat ini menjabat sebagai Community Enenggeimen Coordinator UNICEF Papua Barat. dan staf di STKIP Muhammadiyah sorong