Oleh:
Robertus Nauw *
Demokrasi
di Kabupaten Maybrat Provinsi Papua Barat sangat khas, karena itu semua orang
mestinya tunduk pada fatsun politik yang berlaku. Benar demokrasi membolehkan
siapapun untuk maju bertarung secara fair
play. Agar masyarakat Maybrat bisa hidup damai dan bisa hidup rukun dan
sulit untuk bisa diobok-obok siapapun. Apa yang terjadi pasca Pilkada bahkan
sampai sekarang ini, dimana ngototnya sebagian kandidat dengan melakukan cara
busuk untuk mempertahankan kekuasaan, bahkan elit yang berusaha merubut
kekuasaan, sangat rawan memicu polemik, Namun sebagai Bupati dan wakil bupati, bahkan
semua elit perlu ingat bahwa, masyarakat Maybrat adalah masyarakat yang
mengkleim diri mereka sebagai masyarakat berbudaya tinggi yang kental dengan
adat dan istiadatnya.
Pemberitaan media lokal di Papua dan Papua Barat pada
Edisi Kamis, 12 September 2013 kemarin mengulas dinamika politik di Kab Maybrat
yang damai, seakan membawa secerca harapan. bagi rakyat untuk melihat elit
maybrat bersatu hati dan satu tujuan membangun negeri ra bobot (bangsawan)
tersebut. namun faktanya jalan terjal demokrasi di maibrat kembali terjadi,
daftar panjang kegaduhan politik di kabupaten yang lahir dengan Undang-Undang
No 13 tahun 2009 itu, terus bertambah penderitaan di masyarakat dengan
kegaduhan pilitik para elitnya.
Sebut saja kasus pembacokan oknum pimpinan KPU Maybrat
yang terhormat, di ruang kerjanya tahun lalu. Sejumlah kasus pembunuhan dan
pengrusakan yang bermotif sentimen politik, dan aksi tandingan terkait polemik
telak ibukota kabupaten maibrat adalah deretan masalah yang selama ini ada di
internal elit, padahal lahirnya kabupaten ini untuk melihat pelayanan secara
dekat didaerah-daerah yang selama ini tidak dapat pelayanan secara menyeluruh.
fakta hari ini dilapangan pejabat maibrat hampir semua sibuk mencuri, anggota
DPRD, KPU pun sibuk ribut soal proyek, makanya jangan heran kalau pejabat dan
elit lokalnya punya segalanya mulai dari istri baru, rekening bagus, mobil baru
sampai penyakit baru ada di sana, sementara masyarakat kecilnya
terkatung-katung soal makan, kesehatan, penerangan serta infrastruktur jalan
yang masih kacau balau. Bahkan, sentimen di tingkat para elit ini ikut merasuk
sendi-sendi kehidupan dimasyarakat, karena setiap klen, suku dan keret, kampung
dan distrik bersatu hanya dengan ego maibrat namun fakta hari ini, hancur
berkeping-keping dengan kepentingan dan emosional politik yang kuat.
bahkan satu lagi akar permasalahan yang mendasar dimasyarakat
hari ini adalah, kontrofersi terkait status kekosongan posisi sekertaris daerah
kabupaten maybrat yang kurang jelas, bayangkan sejak kabupaten ini lagir tahun
2009 sampai dengan hari ini, kabupaten ini belum memiliki sekda definitif untuk
mengendalikan tatanan pemerintahan, bias dari hal ini Senin, 16 September 2013
ribuan pencaker asal maybrat nasibnya tidak jelas soal kuota penerimaan CPNS,
lagi-lagi berbuntut aksi protes yang meluas dari seluruh pencaker asal kabupaten maybrat yang sampai dengan hari
ini memalang kantor catatan sipil dan kependudukan, badan kepegawaian daerah
kabupaten maybrat dan kantor sekretariat daerah kabupaten maybrat, sistem
pemerintahan sangat ironi dan penuh dilema.
untuk itu seruan saya sebagai aktivis pemuda asal
kabupaten maybrat meminta,
Saatnya semua elit maibrat kembali bersatu, semua
persoalan ini belum terlambat. mari kita kembali kepada kearifan lokal, budaya
dan agama yang perna ada dan hidup di maybrat, bertahun-tahun lamanya. masih
ada
kemahakaryaan Tuhan yang tak mampu diselami dan dimaknai dengan ilmu dan
pengetahuan, dan orang pintar sekelas apapun. untuk itu saya menghimbau untuk suku
maybrat dan empat anak-anak suku baik maybrat, maymaka, maite, dan meyah untuk jangan perna melupakan nubuatan ini. Nubuatan
yang lasim disebut Theo Fani
oleh orang Maybrat yakni Penampakan Tuhan Semesta Alam Adalah Elohim (Allah) Israel, Kepada Rasul Maybrat, Ruben Rumbiak asal Biak Papua, pada 21 Oktober 1951 “Aku Adalah Alfa Dan Omega” Menyampaikan Kepada Hambaku, Ruben Rumbiak Sampaikan
Kepada: Abraham Kambuaya, Simon Isir, Piter Howay, Markus Salosa, Habel Tamunete. Bahwa “Pemuda-Pemudinya (Daerah Ayamaru, Aitinyo, Aifat) Nanti setelah: 10 tahun, 15
tahun, 25 tahun dan 30 tahun Akan Menjadi
Manusia-Manusia Pembangun Di New Guinea.” tetap
Peliharalah: Kesatuan,
Kerendahan Hati, Kasih Dan Kehormatan Kepada Semua Orang. Karunia Tetap Menjadi Milik
Turun-Temurun (Sumber, Renungan hotbah ev. Marthen Su, S.Th, 2012)
Semua bangsa di bumi ditetapkan batas-batas wialayah
sebagai tempat tinggalnya samahalnya dengan masyarakat suku maybrat dengan anak
suku mayte, maymaka dan meyah yang suda ditetapkan oleh Tuhan Elohim menempati
daerah tengah-tengan pegunungan kepala burung yang kemudian dikenal dengan ru mana dalam bahasa maybrat dan
sekaligus diberikan hikmat untuk memelihara lingkungan alam sekitar untuk
mempertahankan hidup, dengan menjalankan suatu yang diakui dan dipatuhi dan
dikembangkan serta dipertahankan secara turun-temurun, oleh warga masyarakat
asli yang hidup di wilayah adat maybrat yang terikat dan tunduk kepada adat.
Tulisan kali ini, tidak ada niat menyuburkan
pertikaian di negeri ra bobot tersebut, karena penulis hanya mencoba memberi
telahan kepada sesama anak negeri, yang terpinggir dan selama ini merasa tidak ada
damai di sana, di negri leluhur (maybrat)
pasca pilkada. ini seruan generasi muda bahwa badai pertikaian harus
diakhiri demi sebuah generasi emas maybrat yang penuh harapan. Maybrat adalah
sebuah kabupaten pemekaran baru dari Kabupaten Sorong, dibentuk berdasarkan
undang-undang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabupaten Maibrat di
Provinsi Papua Barat, yang selama ini ramai diperbincangkan diseantero tanah
papua soal polemik yang tidak seimbang .
Penulis tidak mengkaji hal ini dari sisi politik tetapi
dari sisi panggilan Tuhan. Mengingat, politik adalah perilaku dasar kehidupan
sosial masyarakat adat dan komunitas masyarakat adat mempertahankan klannya
akan dilakukan secara politik dan budaya. Dalam kerangka kesosialan masyarakat
maybrat adalah dimensi politis yang sudah mengenal lingkaran kelembagaan,
sistem-sistem nilai, dan idiologi yang memberikan legtiimasi sebagai individu
namun individu itu tidak bisa hidup dan berkebang berdasarkan kemampuan
dirinya semata namun membutuhkan orang lain dan lembaga sosial lain, dengan ini
ditandaskan bahwa mahluk sosial itu berhakikat politis maka manusia pun sidebut
makhluk politis. Itu artinya masyarakat Maybrat telah berpolitik secara nyata
lebih dulu dalam kehidupan sosial bermasyarakat, membuat angka kesadaran
politik masyarakat Maybrat sangat tinggi. Sangan memilukan hati di setiap
generasi maybrat apabila kita mengulas satu persatu permasalahan yang sekarang
telah ada, mengingat Demokrasi di Maybrat sangat khas karena itu semua orang
mestinya tunduk pada fatsun politik yang berlaku. Benar demokrasi membolehkan
siapapun untuk maju bertarung, asal masyarakat bisa hidup dalam damai dan hidup
rukun dan sulit untuk bisa diobok-obok siapapun, dengan cara jiwa besar apa yang
terjadi kita biarkan berlalu.
Keliru jika dinamika di kabupaten Maybrat, dijadikan
cermin dari analisis sebuah realitas budaya dan menarik satu hipotesis bahwa,
telah hilangnya nilai sakral dari berbagai peninggalan leluhur di negeri ra
bobot terdahulu. Bahkan mengasumsikan bahwa ini satu kemunduran, tidak apa,
toh namanya juga persepsi. Minimal kalau bicara sakral mungkin ada
kaitannya dengan semakin tingginya pendidikan seseorang semakin rasional dalam
berpikir, sehingga semakin sukar mengakui sesuatu yang di luar akal sehat, akan
tetapi minimal terhadap peradaban dan budaya masa lalu perlu dihargai, sebab
masa kini tidak akan mungkin ada tanpa masa lalu. Semangat untuk membangun
Maybrat harus didasarkan pada keinginan untuk menghargi sejarah lebih khusus
sejarah adat dan agama (masuknya injil terang Tuhan di tanah ra bobot
tersebut), sebagai saran pemerintah harus mengambil apa yang baik dari mereka
untuk membangun dan bukan malah membangun Maybrat dengan ego antar para elit
itu sendiri.
Yang perlu di bangun saat ini adalah budaya demokrasi
yang di bangun atas dasar kearifan-kearifan lokal dalam kepemimpinan yang
kedepankan kebersamaan. Sebuah pertanyaan yang sulit di jawab oleh setiap kita
sebagai masyarakat akar rumput, namun tetap digunakan oleh para elit. sentimen
emosional politik, Pujian, hujatan dan janji-janji merupakan pola lama atau
semacam spirit yang yang dipraktekkan oleh elit politik, di satu sisi tanah
Maybrat masih dikenal dengan negeri yang berbudaya tinggi, yang banyak
menyimpan sumber daya alam yang belum disentuh oleh tangan manusia, dan sumber
daya manusianya yang sudah teruji. Selain pujian mereka juga memberikan semacam
janji mereka akan melakukan proses percepatan pembangunan melalui proses
pendekatan ekonomi, kesejahteraan, keamanan, kesehatan dan pendidikan dan
pemberdayaan masyarakat dan banyak janji lainnya, guna menghilangka
keterisolasian agar tidak ada perbedaan.
Namun ingat bahwa membangun masyarakat Maybrat
bukan dengan pujian, janji, intimidasi serta sentimen politik. Para elit jangan
kembali menambah daftar panjang penderitaan di masyarakat, karena secara budaya
orang Maybrat melihat janji sebagai hutang adat dan hutang adat bagi orang
Maybrat adalah kewajiban adat yang mutlak dipenuhi. Sekalipun itu secara lisan
saat orasi politik, Sangat erat kaitannya dengan budaya orang Maybrat masa lalu
yang tekenal dengan budaya lisan. Jangan hanya merubah tanah dan orang
Maybrat dengan sentimen emosional tetapi rubahlah idiologi manusia
maybrat dengan pembangunan manusianya yang seimbang. Contoh sederhana para elit
harus melihat orang Maybrat sebagai manusia, dengan pendekatan yang
memanusiakan juga, nilai-nilai kemanusiaan diutamakan. Mengingat masyarakat Maybrat adalah masyarakat
yang mengkleim diri mereka sebagai masyarakat berbudaya tinggi, minimal kalau
bicara sakral mungkin ada kaitannya dengan semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin rasional dalam berpikir, sehingga semakin sukar mengakui sesuatu yang
di luar akal sehat, akan tetapi minimal terhadap peradaban dan budaya masa lalu
perlu dihargai, sebab masa kini tidak akan mungkin ada tanpa masa lalu.
Semangat untuk membangun Maybrat harus didasarkan pada keinginan untuk
menghargi sejarah lebih khusus sejarah adat dan agama yang dilakukan oleh
leluhur kita.
kalau pada
massa 50 an Tuhan pakai orang biak selamatkan orang maybrat, anehnya dimassa atau
era paling moderen plus otsus ini, gubernur papua barat asal biak papua kok terkesan
biarkan kegaduhan ini, berlarut-larut padahal sejah agama tahun 1951 sebagai
dasar pijakan untuk memenangkan bapak gubernur yang terhormat 2 periode. itupun
bertarung mengalahkan wakil maybrat sebagai titipan calon gubernur dan wakil
gubernur beberapa tahun lalu, ini satu bukti sejarah bahwa orang biak papua
dalam missi pelayanan rasul ruben rumbiak amat sangat dihargai di bumi ra bobot
tersebut, sampai dengan detik ini. bertanggungjawab yang penulis maksudkan di
sini, beliaud sebagai anak adat dan pemimpin di provinsi ini, paling tidak gubernur
bisa mencari solusi yang kongkrit menyelesaikan masalah ini. Diakhir kepemimpinan
beliau untuk selesaikan persoalan kegaduhan politik. Demi injil masyarakat kabupaten maybrat
menanti gebrakan Bram-Katjong untuk mengakhiri, semua dinamika yang ada di maybrat.
Saran
penulis tolong para elit berhenti memperpanjang suasana yang korbankan rakyat,
biar semua kita sebagai anak negeri mulai dari ra bobot (bangsawan) sampai ra
kinyah (rakyat kecil) kita Peliharalah: Kesatuan, Kerendahan Hati, Kasih Dan Kehormatan Kepada Semua
Orang. Karunia Tetap Menjadi Milik Turun-Temurun. sesuai
perjanjian theo fani 1951, karena nubuatan dan juga penggeapan rasul maybrat adalah sebuah
mahakarya Elohim Israel yang tidak perna disadari oleh semua kita untuk
menjaga, dan para elit maibrat yang merusak padahal pesan Tuhan lewat rasulnya,
sebuah penggenapan yang tidak ada di belahan bumi lain selain dinegeri ra bobot
ini, mari semua satu hati satu tujuan bangun negeri maybrat tercinta, dengan
berpijak pada Injil sebagai Kekuata Tuhan yang memberi kemenangan dan kedamaian.
SEMOGA
(*) Penulis
Adalah Mantan Relawan PSCS Kota Jayapura-Papua