( Foto , Jubi, Nees , Warga Asli Papua di sorong sedang bermusyawarah tentang nasib kehilangan Pekerjaan mereka sebagai Pemecah batu )
Sorong, Jubi – Ketua Lembaga Intelektual Tanah Papua (LITP)
Cabang Kota Sorong, Robertus Nauw, menghimbau kepada pemerintah Kota
Sorong untuk tidak setengah hati mengurus nasib pemecah batu di Sorong.
“Pekerjaan pemecah batu merupakan salah satu tempat gantungan hidup,
masyarakat asli papua asal Maybrat di pinggiran Kota Sorong selain
berkebun, untuk kebutuhan biaya pendidikan bagi anak-anak.” ujar
Robertus saat ditemui Koran ini (Senin 1/12).
Hai ini terkait pemalangan lokasi batu gunung di Depan Gor
Cenderawasih Kota Sorong yang dipalang sejak 21 April 2014, sehingga
aktivitas pekerjaan mereka macet total. Akibati pemalangan ini, puluhan
kepala keluarga terancam kehilangan lapangan pekerjaan dan pendidikan
anak-anak mereka terancam gagal, karena hingga kini sudah hampir 9 bulan
mereka tidak beraktivitas.
Pasca pemalangan, masyarakat sudah mendatangi Kantor Walikota Sorong
untuk menyampaikan aspirasi mereka, namun sampai dengan hari ini belum
juga ada aktivitas pekerjaan yang berarti di lokasi, walaupun Lembaga
Masyarakat Adat Malamoi (27/11) sudah memfasilitasi pekerja dan pemilik
tanah adat namun belum juga menemukan titik terang.
Tiga realita yang mereka pemerintah Kota Sorong perhatikan adalah,
pertama proses pemalangan dengan cara pembongkaran rumah-rumah istirahat
dan memusnahkan semua kayu milik warga dilakukan dengan memanfaatkan
kerusuhan di Kota Sorong yang pecah 21 April 2014 lalu. Kedua, status
kepemilikan tanah adat ini juga terbilang kompleks karena melibatkan dua
suku ,yakni Suku Seram dan Suku Moi karena pemilik tanah adat mengaku
masih memiliki garis keturunan Asli Moi yang diwarisi oleh ibunya. (Nees Makuba )
dikutip dari: tabloidjubi.com
http://tabloidjubi.com/2014/12/03/pemecah-batu-di-sorong-terancam-kehilangan-lapangan-kerja/