Jumat, 02 Januari 2015

Mama-Mama Papua, Dibalik Kedatanganmu !



Oleh: Robertus Nauw (*)

Masyarakat perlu Hati- hati dengan berbagai isu yang mulai di hebuskan oleh elit papua Terkait kedatangan dan kunjungan Presiden Ke 7 Republik Indonsia, Haji Ir Joko Widodo (Jokowi)  dalam kunjungannya ke  Kota Sorong Provinsi Papua Barat belum lama ini. Kehadiran pak Presiden nampaknya membawa angin segar, walaupun Sejak kampanye, hingga pemilihan, sampai pada pelantikan Presiden banyak elit Papua di Provinsi Papua Barat dan Kota Sorong tidak memilih Jokowi karena lebih fokus urus kekuasaan di partai yang nota bene bersebrangan dengan Jokowi seperti partai Golkar, Gerindra, PKS, PAN, PPP dan lain-lain, mungkin saja bisa benar para elit di tingkat lokal ini tidak memilih Jokowi, karena garis komando di tingkat partai. 

Sedangkan hal berbeda di tunjukan oleh masyrakat akar rumput baik masyarakat asli papua dan masyarakat Indonesia lainnya yang secara spontan memilih Jokowi tanpa melihat hubungan partai dan tidak terbebani garis komando apapun, logika ini kemudian tidak serta merta dapat simpulkan sebagai suatu kebenaran, bahwa para elit lokal yang bersebarangan tidak memiih jokowi soalnya kebenaran itu relatif karena sudah menyangkut ‘rahasia’ di bilik suara. Dan lebur menjadi satu Presiden kita semua. 

Namun penulis tetap melihat, apa yang dilihat rakyat kecil soal Jokowi, ternyata masyarakat menganggapnya ibarat  "malaikat" yang di utus Tuhan, harapan masyarakat akar rumput terlalu besar terhadap Jokowi, karena kelak sang presiden akan lakukan kebaikan kepada rakyat kecil lewat aksi blusukan tanpa politik pencitraan, untuk kemajuan rakyat Indonesia dan Papua khususnya, seperti yang telah ia lakukan semasa menjabat sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta. Berbeda dengan para elit yang lebih melihat kekuasaan massa itu di pemilihan.

Kedatangan Jokowi saat sebagai juru kampanye nasional partai PDI Perjuangan di Kota Jayapura, dirinya sempat blusukan ke Pasar Sentral Remu Sorong , dan kali ini dirinya kembali berkunjung saat mengikuti natal bersama masyarakat Papua Di Jayapura, Kota Sorong kembali menjadi pilihannya untuk melihat dari dekat apa yang dihadapi warganya. Jelas ini satu kehormatan bagi orang papua terlepas dari peristiwa memilukan hati orang papua dimasa jabatannya  ada nyawa manusia papua yang melayang (Penembakan 5 Remaja Di Paniai Papua, 8 Desember 2014) dan kebijakan program Transmigrasi untuk papua sebagai kado natal. 
 
Bahkan ada harapan dari elit oportunis di Papua yang berharap pak Presiden untuk merealisasi proses Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya, sebagai tambahan kado natal bagi papua dalam rangka memajukan anak bangsa di negeri tercinta ini. 

Menurut hemat penulis, Sebenarnya bapak Presiden termasuk orang yang paham betul akan makna sebuah Natal, hal itu penulis lihat dalam bluskannya selama berada di negeri timur bangsa ujung bumi ini, ia mengunjungi pasar tradisonal mama-mama papua pasar yang telah dijanjikan dari periode ke periode oleh pemimpin-pemimpin papua sekelas gubernur, bupati dan walikota serta anggota DPRD di provinsi papua selama 10 tahun lebih, namun dalam tingkat realita tetap pejabatnya omong kosong, dan hal itu Presiden sekelas Jokowi yang harus memberikan teladan dengan ke pasar membeli jualan bahkan meletakan batu pertama untuk pembangunan pasar mama-mama papua yang hampir memiliki masalah kompleks diantero papua.

Bahkan ada pelajaran yang baik untuk ditiru oleh elit lokal di papua bersama istri agar tidak  usa berbelanja ke Mol dan ke agro karena, pasar merupakan pusat kehidupan bagi masyarakat perkotaan di papua, karena secara ekonomi urusan hidup rakyat kecil (orang asli papua) hampir sebagian besar berkonsentrasi di pasar bersama-sama dengan masyarakat nusantara lainnya, ini makna natal sesungguhnya karena natal itu sebenarnya punya makna sebagai pembebasan. Bebas dari penderitaan ekonomi seperti yang bapak jokowi lakukan patut kita apresiasi.

Pemekaran sebagai Trending topik !
Kunjungan Presiden kali ini, penulis lebih tertarik membahas desakan soal pemekaran provinsi di wilayah papua barat, karena kebetulan isu ini mendapat perhatian yang cukup dari media lokal di kota ini dua hari terakir setelah kunjungan orang 01 di negeri ini.
Pertama: Isu Pemekaran Wilayah Otonom Baru, tentang provinsi baru di Papua Barat siapa yang ngomong, ini jelas bukan masyarakat. Rakyat sipil yang menderita ini hanya sebagai kendaraan untuk membonceng kepentingan elit. Hal ini sama persis semasa penulis masih aktif sebagai mahasiswa, penulis melihat dulu Ataruri dan konco- konconya perna lakukan hal itu, saat tidak ada jabatan mereka perna ngomong pemekaran ke pemerintah pusat

Hal ini berbeda dengan dengan tokoh-tokoh elit pemekaran Provinsi Papua Barat Daya, kali ini karena pelaku pemekarannya yang penulis amati, rata-rata mereka duduki jabatan strategis secara merata mulai dari para donator tetap, ketua panitia pemekaran sampai juru bicara pun memiliki jabatan penting di wilayah ini, mulai dari Bupati, Walikota, Anggota DPRD, kepala SKPD dan Lurah pun ada. Pertanyaannya untuk jabatan kecil saja sudah tidak setia apalagi duduki jabatan besar, apa mungkin bisa mengapdi untuk kepentingan rakyat kecil.

Kedua:  Pesan natal pak Presiden harus dimaknai oleh setiap pejabat di papua, “Persoalan Papua Sebenarnya Soal Ketidakpercayaan Rakyat Terhadap Elit Lokalnya” kira-kira seperti itu yang penulis tangkap dari pesan natal pak Jokowi 27 desember 2014 lalu, hal ini perlu diterjemahkan dengan baik oleh elit lokal untuk membangun masyarakat papua tanpa harus hadirkan daerah otonom baru dengan beberapa provinsi dan kabupaten yang masih terbilang baru di papua barat jauh lebih baik ketimbang telurkan daerah otonom baru.
Melawan Lupa
Penyakit lupa ingatan mungkin sudah terlanjur kuat di masyarakat terkait, cikal bakal Pemekaran Propinsi Papua Barat, harus diingatkan kembali, rencana ini perna mendapatkan penolakan dari rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua, dan juga DPRP pada massa itu, toh tetap disahkan oleh ibu Megawati saat menjabat sebagai presiden. Apakah Megawati bekerja sendiri? Jelas Tidak! Ada pembisik yang terkenal lihai, dengan latar belakang intelijen, mereka tahu  bagaimana buat "orang Papua" tetap bodoh, termarginal, dan tak berdaya memanfaatkan kesatuan dan persatuan orang Papua yang sudah memang tumbang; Mereka tau bagaimana buat orang Papua ribut dengan "pembagiaan" kursi dan jabatan dalam sebuah wilayah pemekaran. 

Mereka tau buat orang Papua sibuk bakalai soal pemekaran dan transmigrasi. Asal ada kaki tangan dari anak-anak Papua yang bisa diajak jadi mitra  untuk kacaukan ini, pemekaran tetap jadi hal yang lumrah dan tranmigrasi tetap jadi hal yang bukan tidak mungkin, padahal kalau dilihat elit-elit papua ini sengaja dibuat agar gila dengan uang, jabatan yang sangat besar. 

Dan lupa akan masalah serius seperti pendidikan yang layak bagi anak-anak papua, yang putus  sekolah karena biaya pendidikan, bahkan banyak anak papua terpaksa parkir ke pinggir pusaran kehidupan, stress dan memilih mabuk sebagai jalan keluar, tetap tidak ada solusi dari pemerintah daerah untuk melihat ini. Contoh lain soal pasar di kota sorong dulu tidak ada grobak sayur. Skarang ada dimana- mana. pertanyaannya Dimana DPRD, dan Pememerintah kota ketika hal ini terjadi?? Mama- mama selalu bicara tapi kalian selalu lupa. Kalau Jokowi yang ngomong soal pasar, baru semua elit, politisi, pengusaha, tokoh agama, adat dan pelaku ekonomi ramai- ramai bahas itu barang. Padahal masih banyak masalah serius yang belum diurus dengan baik diluar dari masalah pendidikan dan ekonomi.

Lebih miris lagi di pasar sentral pendatang sudah jual pinang, sagu, kasbi dan keladi di atas kios di los-los yang rapi yang disediakan oleh pemerintah, sementara mama-mama asli papua jualan bahan pokok yang sama, masih di atas tanah bahkan nyaris hanya sehelai karung sebagai pembatas, pun tidak perna di bahas oleh anak manusia di papua yang berdiri sebagi pemimpin di negerinya sendiri, sehingga Jokowi yang harus dengar keluhan masyarakat kecil seperti ini, lalu dimana Gubernur, Bupati dan Walikota yang nyaris berhasil bangun politik dinasti tidak perna melihat penderitaan rakyat kecil seperti ini, kalian sebenarnya malu. 

Penulis hanya melihat apa yang dilihat rakyat kecil di Papua soal Jokowi, ternyata masyarakat menganggapnya ibarat  "malaikat" yang di utus Tuhan, harapan masyarakat akar rumput terlalu besar terhadap Jokowi, karena kelak sang Presiden akan lakukan kebaikan kepada rakyat kecil lewat kebijakan yang memihak. 

Kita tunggu apakah kehadiran sang Presiden memberi angin segar kepada para elit-elit lokal, atau memang sang Presiden benar-benar jauh dari intrik tersebut dan lebih memahami keperluan rakyat kecil seperti mama-mama papua dan masyarakat Indonesia lain yang tabah menghadapi-kerasnya hidup di pinggiran kota ini, berharap sesuatu yang lebih di balik kedatanganmu. SEMOGA

Penulis Adalah Aktivis Lembaga Intelektual Papua, Penulis Buku Jurang Penderitaan