Oleh:
Robertus Nauw (*)
Masyarakat
perlu Hati- hati dengan berbagai isu yang mulai di hebuskan oleh elit papua Terkait
kedatangan dan kunjungan Presiden Ke 7 Republik Indonsia, Haji Ir Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungannya ke Kota Sorong Provinsi Papua Barat belum lama
ini. Kehadiran pak Presiden nampaknya membawa angin segar, walaupun Sejak
kampanye, hingga pemilihan, sampai pada pelantikan Presiden banyak elit Papua di
Provinsi Papua Barat dan Kota Sorong tidak memilih Jokowi karena lebih fokus urus
kekuasaan di partai yang nota bene bersebrangan dengan Jokowi seperti partai
Golkar, Gerindra, PKS, PAN, PPP dan lain-lain, mungkin saja bisa benar para
elit di tingkat lokal ini tidak memilih Jokowi, karena garis komando di tingkat
partai.
Sedangkan hal berbeda di tunjukan oleh masyrakat akar rumput
baik masyarakat asli papua dan masyarakat Indonesia lainnya yang secara spontan
memilih Jokowi tanpa melihat hubungan partai dan tidak terbebani garis komando
apapun, logika ini kemudian tidak serta merta dapat simpulkan sebagai suatu
kebenaran, bahwa para elit lokal yang bersebarangan tidak memiih jokowi soalnya
kebenaran itu relatif karena sudah menyangkut ‘rahasia’ di bilik suara. Dan
lebur menjadi satu Presiden kita semua.
Namun penulis tetap melihat, apa yang dilihat rakyat kecil soal
Jokowi, ternyata masyarakat menganggapnya ibarat "malaikat"
yang di utus Tuhan, harapan masyarakat akar rumput terlalu besar terhadap
Jokowi, karena kelak sang presiden akan lakukan kebaikan kepada rakyat kecil
lewat aksi blusukan tanpa politik pencitraan, untuk kemajuan rakyat Indonesia
dan Papua khususnya, seperti yang telah ia lakukan semasa menjabat sebagai Walikota
Solo dan Gubernur DKI Jakarta. Berbeda dengan para elit yang lebih melihat
kekuasaan massa itu di pemilihan.
Kedatangan Jokowi saat sebagai juru kampanye nasional partai
PDI Perjuangan di Kota Jayapura, dirinya sempat blusukan ke Pasar Sentral Remu
Sorong , dan kali ini dirinya kembali berkunjung saat mengikuti natal bersama
masyarakat Papua Di Jayapura, Kota Sorong kembali menjadi pilihannya untuk
melihat dari dekat apa yang dihadapi warganya. Jelas ini satu kehormatan bagi
orang papua terlepas dari peristiwa memilukan hati orang papua dimasa jabatannya
ada nyawa manusia papua yang melayang
(Penembakan 5 Remaja Di Paniai Papua, 8 Desember 2014) dan kebijakan program
Transmigrasi untuk papua sebagai kado natal.
Bahkan ada harapan dari elit oportunis di Papua yang
berharap pak Presiden untuk merealisasi proses Pemekaran Provinsi Papua Barat
Daya, sebagai tambahan kado natal bagi papua dalam rangka memajukan anak bangsa
di negeri tercinta ini.
Menurut hemat penulis, Sebenarnya bapak Presiden termasuk
orang yang paham betul akan makna sebuah Natal, hal itu penulis lihat dalam bluskannya
selama berada di negeri timur bangsa ujung bumi ini, ia mengunjungi pasar
tradisonal mama-mama papua pasar yang telah dijanjikan dari periode ke periode
oleh pemimpin-pemimpin papua sekelas gubernur, bupati dan walikota serta
anggota DPRD di provinsi papua selama 10 tahun lebih, namun dalam tingkat
realita tetap pejabatnya omong kosong, dan hal itu Presiden sekelas Jokowi yang
harus memberikan teladan dengan ke pasar membeli jualan bahkan meletakan batu
pertama untuk pembangunan pasar mama-mama papua yang hampir memiliki masalah
kompleks diantero papua.
Bahkan ada pelajaran yang baik untuk ditiru oleh elit lokal
di papua bersama istri agar tidak usa
berbelanja ke Mol dan ke agro karena, pasar merupakan pusat kehidupan bagi
masyarakat perkotaan di papua, karena secara ekonomi urusan hidup rakyat kecil
(orang asli papua) hampir sebagian besar berkonsentrasi di pasar bersama-sama
dengan masyarakat nusantara lainnya, ini makna natal sesungguhnya karena natal
itu sebenarnya punya makna sebagai pembebasan. Bebas dari penderitaan ekonomi
seperti yang bapak jokowi lakukan patut kita apresiasi.
Pemekaran
sebagai Trending topik !
Kunjungan Presiden kali ini, penulis lebih tertarik membahas
desakan soal pemekaran provinsi di wilayah papua barat, karena kebetulan isu
ini mendapat perhatian yang cukup dari media lokal di kota ini dua hari terakir
setelah kunjungan orang 01 di negeri ini.
Pertama: Isu Pemekaran Wilayah Otonom Baru, tentang provinsi baru
di Papua Barat siapa yang ngomong, ini jelas bukan masyarakat. Rakyat sipil
yang menderita ini hanya sebagai kendaraan untuk membonceng kepentingan elit.
Hal ini sama persis semasa penulis masih aktif sebagai mahasiswa, penulis
melihat dulu Ataruri dan konco- konconya perna lakukan hal itu, saat tidak ada
jabatan mereka perna ngomong pemekaran ke pemerintah pusat
Hal ini
berbeda dengan dengan tokoh-tokoh elit pemekaran Provinsi Papua Barat Daya, kali
ini karena pelaku pemekarannya yang penulis amati, rata-rata mereka duduki
jabatan strategis secara merata mulai dari para donator tetap, ketua panitia
pemekaran sampai juru bicara pun memiliki jabatan penting di wilayah ini, mulai
dari Bupati, Walikota, Anggota DPRD, kepala SKPD dan Lurah pun ada.
Pertanyaannya untuk jabatan kecil saja sudah tidak setia apalagi duduki jabatan
besar, apa mungkin bisa mengapdi untuk kepentingan rakyat kecil.
Kedua: Pesan natal pak Presiden harus dimaknai oleh
setiap pejabat di papua, “Persoalan Papua Sebenarnya Soal Ketidakpercayaan
Rakyat Terhadap Elit Lokalnya” kira-kira seperti itu yang penulis tangkap dari
pesan natal pak Jokowi 27 desember 2014 lalu, hal ini perlu diterjemahkan
dengan baik oleh elit lokal untuk membangun masyarakat papua tanpa harus
hadirkan daerah otonom baru dengan beberapa provinsi dan kabupaten yang masih
terbilang baru di papua barat jauh lebih baik ketimbang telurkan daerah otonom
baru.
Melawan Lupa
Penyakit lupa ingatan mungkin sudah terlanjur kuat di
masyarakat terkait, cikal bakal Pemekaran Propinsi Papua Barat, harus
diingatkan kembali, rencana ini perna mendapatkan penolakan dari rakyat Papua
dan Majelis Rakyat Papua, dan juga DPRP pada massa itu, toh tetap disahkan oleh
ibu Megawati saat menjabat sebagai presiden. Apakah Megawati bekerja sendiri?
Jelas Tidak! Ada pembisik yang terkenal lihai, dengan latar belakang intelijen,
mereka tahu bagaimana buat "orang Papua" tetap bodoh,
termarginal, dan tak berdaya memanfaatkan kesatuan dan persatuan orang
Papua yang sudah memang tumbang; Mereka tau bagaimana buat orang Papua ribut
dengan "pembagiaan" kursi dan jabatan dalam sebuah wilayah pemekaran.
Mereka tau buat orang Papua sibuk bakalai soal pemekaran dan
transmigrasi. Asal ada kaki tangan dari anak-anak Papua yang bisa diajak jadi
mitra untuk kacaukan ini, pemekaran
tetap jadi hal yang lumrah dan tranmigrasi tetap jadi hal yang bukan tidak
mungkin, padahal kalau dilihat elit-elit papua ini sengaja dibuat agar gila
dengan uang, jabatan yang sangat besar.
Dan lupa akan masalah serius seperti pendidikan yang layak
bagi anak-anak papua, yang putus sekolah
karena biaya pendidikan, bahkan banyak anak papua terpaksa parkir ke pinggir
pusaran kehidupan, stress dan memilih mabuk sebagai jalan keluar, tetap tidak
ada solusi dari pemerintah daerah untuk melihat ini. Contoh lain soal
pasar di kota sorong dulu tidak ada grobak sayur. Skarang ada dimana- mana.
pertanyaannya Dimana DPRD, dan Pememerintah kota ketika hal ini terjadi?? Mama-
mama selalu bicara tapi kalian selalu lupa. Kalau Jokowi yang ngomong soal pasar, baru semua elit, politisi, pengusaha,
tokoh agama, adat dan pelaku ekonomi ramai- ramai bahas itu barang. Padahal
masih banyak masalah serius yang belum diurus dengan baik diluar dari masalah
pendidikan dan ekonomi.
Lebih
miris lagi di pasar sentral pendatang sudah jual pinang, sagu, kasbi dan keladi
di atas kios di los-los yang rapi yang disediakan oleh pemerintah, sementara
mama-mama asli papua jualan bahan pokok yang sama, masih di atas tanah bahkan nyaris
hanya sehelai karung sebagai pembatas, pun tidak perna di bahas oleh anak
manusia di papua yang berdiri sebagi pemimpin di negerinya sendiri, sehingga Jokowi
yang harus dengar keluhan masyarakat kecil seperti ini, lalu dimana Gubernur,
Bupati dan Walikota yang nyaris berhasil bangun politik dinasti tidak perna
melihat penderitaan rakyat kecil seperti ini, kalian sebenarnya malu.
Penulis hanya melihat apa yang dilihat rakyat kecil di Papua
soal Jokowi, ternyata masyarakat menganggapnya ibarat
"malaikat" yang di utus Tuhan, harapan masyarakat akar rumput terlalu
besar terhadap Jokowi, karena kelak sang Presiden akan lakukan kebaikan kepada
rakyat kecil lewat kebijakan yang memihak.
Kita tunggu apakah kehadiran sang Presiden memberi angin
segar kepada para elit-elit lokal, atau memang sang Presiden benar-benar jauh
dari intrik tersebut dan lebih memahami keperluan rakyat kecil seperti
mama-mama papua dan masyarakat Indonesia lain yang tabah menghadapi-kerasnya
hidup di pinggiran kota ini, berharap sesuatu yang lebih di balik kedatanganmu.
SEMOGA