Senin, 11 Juli 2016

Perjuangan Sang Relawan



Oleh:  Bertha Nengkeula




Seiring mentari mulai tenggelam di balik laut, tampak sosok perempuan menggenggam erat buku di tangan kiri dan memegang erat seorang anak di tangan kanan saat melangkah pulang dari arah bibir pantai kampung malaumkarta, melangkah menuju perkampungan, melangkah pulang dengan nyanyian rindu akan kampung halaman, beberapa anak meloncat denga riang dalam perjalanan senja itu. Rupanya mereka usai belajar tambahan (les) di tepi pantai, dengan wajah gembira sehingga mereka berangkat pulang ke perkampungan pun dengan riang. 

Sosok perempuan dengan buku di tangan ini adalah “Bu Guru” sapaan akrap anak-anak bagi seorang guru honor di desa atau kampung mereka, yakni ibu Wehelmina Rosita Su, S.Pak, ibu dengan tiga orang anak ini, berdomisili di kampung Malaumkarta. Setelah menamatkan sekolah dasarnya di Malaumkarta, Ia melanjutkan sampai sarjana guru agamanya ke Kota Sorong. 

Karena merasa peduli pada generasi penerus di kampungnya, Ia kembali mengabdi dengan menjadi guru honor di SD Negeri 02 Malaumkarta, Kabupaten Sorong walau dibayar dengan honor kecil sejak 2013 sampai sekarang. Ibu Ros adalah guru agama Kristen dan guru kesenian di SMP Malaumkarta, namun karena kekurangan guru kelas di sekolah dasar dan ia dianggap mampu diberikan kesempatan sebagai guru honor di SD Negeri 02 Malaumkarta.

Terlepas dari tugas beliau sebagai ibu rumah tangga, tenaga pendidik, bendahara desa, pelatih seni tari di desa, dan juga  sebagai pengasuh sekolah minggu di gereja serta menjabat sebagai relawan pendidikan kampung malaumkarta, tak perna menyurutkan semangatnya, sebuah rutinitas yang tampak rumit ini dijalaninya dengan sebuah tanggungjawab yang besar. 

Beberapa tahun lalu, perna kepala kampung sedang berhalangan, Ibu Ros beberapa kali bersama pengurus di desa, mengumpulkan warga untuk musyawarah. Membahas masalah pendidikan, ekonomi desa dan kerukunan antar sesama warga. Selain mengajar literasi baca tulis, relawan ini juga  mengumpulkan anak-anak dan pemuda di desa ini menjaga dan melestarikan tarian dan lagu daerah suku mereka yakni suku Moi, hal itu ia sudah lakukan secara individu sebelum ditunjuk sebagai relawan secara resmi oleh tim STKIP.  

Dengan adanya pencarian relawan pendidikan di desa, sebagai relawan dirinya mengkordinasikan ke pelatih mentor dan hal ini menjadi perhatian STKIP dan UNICEF untuk ikut memberI ruang bagi anak-anak dalam menampilkan bakat meraka dalam hal menari dan menyanyi lagu-lagu adat mereka dalam, kreasi tarian guna tetap melestarikan budaya suku mereka sebagai wujud identitas mereka secara sub terkecil secagai orang papua. Bahkan beberapa kali anak-anak di kampung ini mampu tampil bersama grup tari mereka pentas ke luar daerah. 

Jiwa seperti Ibu Ros harus diapresiasi, Ia mampu mengumpulkan anak-anak yang belum mampu membaca dan menulis dengan baik, bukan cuma anak-anak kelas awal, tetapi juga mengajar anak-anak SMP yang kesulitan dalam membaca dan menulis serta memiliki bakat mendorong anak-anak belajar kreasi lain seperti menari dan menyanyi inilah yang membuat kami pelatih kalster makbon putuskan pilihan bersama kepala sekolah untuk merekrut beliau sebagai relawan UNICEF di SD Negeri 02 Malaumkarta, ketika sebagai relawan pendidikan, untuk membantu program literasi. 

Ibu Ros Dimata pimpinan kepala sekolahnya ia termasuk orang baik, yang ikut membantu Ibu Bunga Walli, Kepala sekolahnya saat ini sebagai pimpinan saya sangat bangga dan berterima kasih kepadanya, karena menurut beliau
Ibu Su sangat membantu menuntaskan kekurangan baca tulis, kepada anak kelas awal, di kampung ini” ujar Ibu Walli  disela-sela  kampanye pendidikan di malaumkarta 9 MEI lalu   

Tempat dimana ia memberikan pembelajaran tambahan untuk besok selalu berganti tergantung kesepakatan anak-anak yang hadir dalam kegiatan belajar tambahan, kadang di ruang SMP, di rumah ibu ros, di halaman rumah teman, di bawah pohon bahkan perna belajar di tepi pantai, dan selain mengajarkan anak-anak untuk musyawarah mufakat, dalam hal memberi pilihan tempat ia selalu menjelaskan tentang nilai estetika atau keindahan, dalam memilih lokasi belajar, juga ia memperhatikan sisi ketenangan. 

Jika anak-anak sudah bisa membaca dan mengenal huruf, tentu meringankan beban anak-anak dalam belajar, juga meringankan tugas guru kelas. Alasan dirinya menanamkan benih kebaikan seperti ini, cuma satu hanya untuk kesenangan batin.
Sebagai seorang ibu tiga orang anak, bekerja, berkorban, waktu tenaga dan pikiran tanpa dibayar sepeserpun, namun ia tetap komitmen mengajar. Karena bangga melihatb anak-anak berhasil membaca dan menulis, Terima kasih buat Unicef dan STKIP yang mau Menghargai usaha kecil kami dalam memajukan pendidikan di desa, dsehingga mempekerjakan kami sebagai relawan saja kami sudah bangga. 

“Terima kasih atas  program literasi ini, kemampuan anak-anak soal baca tulis dapat di ukur, apalagi adanya dukungan kehadiran pelatih di lapangan bersama kami.” Kata Ibu Ros berharap di akhir program ini akan berhasil manis dan kelak semua metode yang telah ditinggalkan kepada kami sebagai bekal yang berharga buat generasi emas papua yang diimpikan 50 tahun yang akan datang. Apalagi perlombaan merangkai kata, kegiatan gambar dan menceritakan gambar, tebak kata dan baca puisi adalah rangkaian kegiatan pekan gemilang seperti ini mungkin akan diingat oleh anak-anak sampai mati.