Oleh: Robertus nauw
Ikhtiar menapak jalan hidup yang kian menggigit
menjadikan saya harus jatuh bangun memperjuangkan satu demi satu realita antara
Cita dan Cinta. seperti itu pula saya rasakan ketika kucirpun dipindahkan, Rektor pun mengesahkan surat ketetapan para wisudawan wisudawati di ruang audiotorium
RRI Jayapura Akhir November 2009.
Jantungku berdetak cepat mendengar keputusan Rektor bersama
setumpuk agenda dikepala melintas bak news stiker di metro TV.
Kecintaan pada orang tua, sahabat juga asrama dan rekan-rekan di senat mahasiswa membuatku harus memilih kesekian kalinya.
selepas wisuda ”kamu harus pulang anakku” begitulah
kalimat yang seketika melumpuhkan tulang dan sendiku.
Sebab disudut yang lain ada panggilan keras para sahabat
untuk bersama mengayuh sebuah kapal tua yang karam di tengah evouria
kekuasaan. Menyuarakan ketidak adilan dan penderitaan rakyat kecil
seperti yang sudah kita lewati. Tentu
bukan keinginan setiap anak untuk melawan pada orang tua namun amanah sudah terlanjur bertengger
di kedua bahuku. tak perlu ibu memastikan rasa sayangku karena sejak mengenal
kecintaanmu yang menghadirkanku ”telah
kupahat dengan indah ukiran kencintaan untuk mu ibu”. sebuah kali kecil
mengalir dipipi saat kupaksakan kalimat ini harus keluar dari mulutku ”aku
harus menunda kepulangan ku?”. aku
diam dalam tanya, Disinilah sayapun menyadari bahwa kecintaanku terhadap
orang tua, sahabat dan senat telah memenjarakanku selama ini.