Rabu, 04 September 2013

Untuk Jiwa Yang Terluka



oleh: Robertus nauw

Seperti biasa motto “Salam Satu Jiwa” sempat tersentak tuk sejenak merenung dalam kegelapan, persis sebagaimana pernah berikrar dalam rahim bunda tercinta, kegelapan yang aku lewati bersama hari-harimu yang penuh kemunafikan pada Tuhan-ku. aku yang pendusta, yang angkuh, lemah juga bodoh karena meninggalkan Nya.
“Lantas ini terus salahku” Tanyaku dalam diam?
Sedikit mengerutu padahal Kegelapan sudah ada sejak Adam dan Hawa hadir ke bumi, Bahwa engkau kini adalah berasal dari sebuah ketiadaan dan dari relung relung ketiadaan itu kemudian Allah menjadikanmu satu sosok makhluk yang sempurna. Tuhan mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapuan, dan dia memberikan kamu pendengaran dan penglihatan dan hati agar kamu bersyukur. berarti, dalam satu skenario kita telah dihadirkan dalam kesepurnaan Maha Wujud, dia yang mengetahui segala sesuatu, dia yang Maha mendengar isi hatimu dan saat kita berdiri disinipun karena kekuasaan-Nya. Dia yang mengusai Jagad Raya pemilik tunggal Semesta Alam. Disanalah anda boleh membayangkan dirimu hanya kecil dihadapan kebesaraan-Nya
Aku tengah berada dalam buaian perjalanan hidup yang menyenangkan, dan menyedihkan penuh kiasan dan fatamorgana. Ketahui pula bahwa umur yang telah terpakai adalah pemberian Tuhan, dia Maha tergambar jelas dari apa yang aku nikmati dari ujung rambut hingga ujung kaki, Tuhan itu tersembunyi dibalik kasat mata manusia yang buta hatinya. Betapa banyak nikmat yang Ia berikan kepada kita sehingga andaikan Air laut kau jadikan tinta dan pohon pohon sebagai pena tidaklah cukup untuk menuliskan seluruh nikmat yang telah diberikan pada manusia. Nikmat disetiap tarikan nafas, dentuman jantung yang bergerak mengalirkan darah, indahnya penglihatan memandang alam, suara-suara menggema menembus telinga juga lidahmu yang merasakan sedapnya makanan, sedikitpun tak ada andilku dalam pekerjaan Allah,  kita saksi semua itu, saksi melihat lakon alam, lakon hidup kita yang jauh dari restu Tuhan. Betapa dengan sengaja mata, kepala, tangan kaki dan seluruh panca indra kita mengingkar. Sengaja kita cebur dalam Lumpur nista yang penu kemunafikan.
Manusia dengan kebodohannya telah menerima amanah yang langit dan bumi tak sanggup memikulnya dan manusia dengan keterbatasannya telah berlaku sombong seolah mereka akan hidup selamanya. Walau seluruh kekayaan kita tujukan untuk menghambakan diri kita kepada Sang Agung tidak akan sanggup untuk membalas seluruh Rahmat yang Ia berikan, bukankah kekayaan itu berasal dari padaNya?
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda tanda kebesaran bagi orang orang yang berakal” yaitu orang-orang yang mengingat Tuhan Allah nya sambil berdiri, atau sambil duduk atau dalam keadaan berbaring, dalam keadaan susah maupun senang mereka memikirkan sejenak  tentang penciptaan langit dan bumi. Kita akan mengetahui rahasia besar di alam raya ini tentang siapa itu diri kita sebenarnya, siapakah manusia itu? Seperti kata Pemazmur “ jika aku melihat langit, hasil firman Mu, bulan dan bintang yang kau tempatkan: apakah manusia, sehingga kau mengingatnya? Apakah anak manusia sehingga engkau mengindahkannya? Namun engkau telah menciptakannya sama seperti Engkau sendiri, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat” Cinta kepada dunia membuat kita lupa akan kebesaran Allah disaat pepohonan, gunung-gunung, lautan, matahari, bulan, bintang, dan segala yang bernafa sujud mengagungkan keesaanNya tanpa sedikitpun ada kegundahan, keraguan dan kebosanan.
Jangan samakan Allah dengan siapapuan, agungkanlah dia, Esa-kanlah dia dengan ikhlas. Seperti “elemen manusia (roh manusia) yang sadar akan Allah, sanggub menyembah Allah, dan sebagai pelita Allah” Kata Zakharia dan roh manusia itu terdiri dari intuisi yang bersekutu dengan Allah Ungkap Yohanes. Allah menjadikanmu dengan kasih sayang agar andapun dapat berkasih pula pada yang lain terlebih orang tuamu.
Bayangkan begitu mulia kedua orang tua kalian sebagai perpanjangan tangan Tuhan menghadirkanmu di muka bumi. 9 bulan engkau dalam kandungan ibunda tercinta, dengan susah payah mengandung anak yang di harapkan kelak dapat berbakti pada mereka. Renungkanlah saat engkau berada dalam kandungannya. Bukan hanya desakan fisik, namun juga desakan psikis membuatnya menderita, rasa takut, ia harus berhati-hati melangkah, berhati-hati untuk makan dan minum untuk anaknya yang akan lahir. Andai saat itu akal sehat ibumu hilang lalu menggugurkanmu atau membenturkan mu saat lahir tentu kau tidak ada disini, tidak hadir dimuka bumi menyaksikan keindahan ciptaan Tuhan. Coba kau bayangkan jika kita makan terlampau kenyang begitu sengsaranya, apalagi kesengsaraan seorang ibu yang harus membawamu selama itu dalam kandungan dengan susah makan, tidur dan berjalan, Setelah itu lalui kesengsaraan yang luar biasa kemudian menghadirkan kita.
Namun setelah melahirkan bukan kesengsraan itu berakhir namun justru bertambah. Dia harus mengasuhmu sekalipun tingkahmu menjengkelkan namun ibu tetap sabar. Sekali waktu kau juga membuatnya marah dan tanpa sadar kau bahkan menghinanya membantah sampai membuatnya menangis. Pernahkah kau berfikir bahwa ayah dan ibumu senantiasa mendampingimu, saat kau bersedih merekapun ikut bersedih, dikala engkau bahagia merekapun ikut bahagia namun jikala mereka bersedih mereka berusaha menyembunyikan kesedihan mereka karena takut engkau akan bersedih. Begitu besar kasih yang diberikan orang tua namun setelah dewasa engkau melukai mereka dengan sikap dan perkataanmu seolah tanpa dosa.
Saat ini kata bersyukur adalah kata yang pantas bagi kita yang masih bisa merasakan kasih sayang kedua orang tua kita, terlepas dari mereka yang lahir tanpa mengetahui wajah asli ayah dan ibunya tapi masih merasakan kasih sayang dari orang-orang terdekat yang mengasihi dan membesarkan mereka saat bayi, dan tersiksa jika mengetahui kebenaran yang terseruak dibalik kasih sayang yang polos.  Bahkan tidak sedikit diantara teman-teman kita yang sudah tidak bisa merasakan indahnya kasih sayang itu, karena ada diantara kedua orang tua mereka telah pergi (meninggal) mendahului meraka menghadap sang pencipta dan suatu massa itu akan menjemput anak-anak mereka di pelabuhan Surga yang diimani oleh kita sungguh ada kebenarannya.
Bayangkan jika kita mendapati kedua orang tua kita telah terbujur kaku sementara telah banyak dosa yang telah kita perbuat pada mereka, kalian belum sempat memohon ampun dan mendapat maaf dari mereka,karena lebih dulu berlalu pergi bersama takdir. Betapa ruginya kita. Cita-cita harapan dan impian meraka agar dapat melihatmu sukses, menjadi orang yang berguna belum sempat mereka saksikan. Ibumu tidak pernah meminta agar engkau membalas jasanya, ayahmu tidak pernah memohon sedikitpun dalam pikirannya agar engkau mengembalikan nafkah yang pernah diberikan padamu. Semua yang meraka lakukan adalah penuh keikhlasan untuk melihatmu senang dan bahagia untuk melihat anak-anak mereka yang lain dalam cinta dan kasih yang lebih akan Tuhan Allahnya. Itulah tugas sejati mereka sebagai Tuhan Allah kedua di bumi, tak cukup dari kita membalas jasa itu. Sekalipun ibadahmu bagus, itu tidak berarti apa-apa jika perkataan, sikap dan tingkah laku kita senantiasa membuat mereka sedih dan cemas. selepas dari sini mohon ampunlah pada kedua orang tua kita.
Apakah kita dapat mengelak dari kematian ibu dan ayah, isteri, dan anak-anak. Serta sahabat-sahabat terkasih kita. Pasti tak ada manusia yang mau, namun ketika panah sang anggung itu dialamatkan pada kita. Sipakah kita sehingga melawan kekuatan yang maha dahsyat itu. Ayo lakukan yang terbaik bagi sesama seperti waktu kita datang...orang-orang sekeliling kita tertawa dan kita dalam wujut bayi yang polos itu menangis memohon belas kasih, dengan perbuatan baik sekecil apapun saat kita hidup akan sangat penting nanti, saat Kita akan terbujur kaku dengan senyum indah dan merekalah yang kemudia bersedih dan menangis. Percaya atau tidak, percayalah... itu hukum alam, hukum yang berlaku bagi semua manusia. Berbeda dengan pertentangan ada dan tidada, sebab akibat, hukum eksistensi, non kontradiksi, dan hukum lainnya namun hukum ini pasti bagi kita, ketika kebaikan itu kau tebarkan selama ini walau hanya sedikit, tapi saat massa itu tiba,  seisi bumi seakan miring mendukung ketiadaanmu, awan kelam mengudang mendung memaksakan hujan duka ke bumi  seirama pudarnya kasih sayang dan jiwa yang direngut paksa oleh takdir. Itu orang baik selalu berbagi di tengah keterbatasan, bekerja dengan setia, cinta kasih, damai dan rasa kehilangan adalah kata yang diungkapkan para sahabat, sedangkan mampus adalah mereka yang diluar kuasamu sendiri. Hidup ini tetap indah, mulai dari ketiadaan menuju ketiadaan kembalilah kau anak yang malang ke tempat asalmu yang abadi. SEMOGA