oleh: Robertus nauw
Seperti biasa motto “Salam Satu Jiwa” sempat tersentak tuk
sejenak merenung dalam kegelapan, persis sebagaimana pernah berikrar dalam rahim
bunda tercinta, kegelapan yang aku
lewati bersama hari-harimu yang penuh kemunafikan pada Tuhan-ku. aku
yang pendusta, yang angkuh, lemah juga bodoh karena meninggalkan Nya.
“Lantas ini terus salahku” Tanyaku dalam diam?
Sedikit mengerutu padahal Kegelapan sudah ada sejak Adam dan Hawa hadir ke
bumi, Bahwa engkau kini adalah berasal dari sebuah ketiadaan dan dari relung
relung ketiadaan itu kemudian Allah menjadikanmu satu sosok makhluk yang
sempurna. Tuhan
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu
apapuan, dan dia memberikan kamu pendengaran dan penglihatan dan hati agar kamu
bersyukur. berarti,
dalam satu skenario kita telah dihadirkan dalam kesepurnaan Maha Wujud, dia
yang mengetahui segala sesuatu, dia yang Maha mendengar isi hatimu dan saat
kita berdiri disinipun karena kekuasaan-Nya. Dia yang mengusai Jagad Raya
pemilik tunggal Semesta Alam. Disanalah anda boleh membayangkan dirimu hanya kecil dihadapan kebesaraan-Nya
Aku tengah
berada dalam buaian perjalanan hidup yang menyenangkan, dan menyedihkan penuh kiasan dan
fatamorgana. Ketahui pula bahwa umur yang telah terpakai adalah pemberian Tuhan, dia Maha tergambar jelas dari apa yang aku
nikmati dari ujung rambut hingga ujung kaki, Tuhan itu tersembunyi dibalik kasat mata
manusia yang buta hatinya. Betapa banyak nikmat yang Ia berikan kepada kita sehingga andaikan Air
laut kau jadikan tinta dan pohon pohon sebagai pena tidaklah cukup untuk
menuliskan seluruh nikmat
yang telah diberikan pada manusia. Nikmat disetiap tarikan nafas, dentuman
jantung yang bergerak mengalirkan darah, indahnya penglihatan memandang alam,
suara-suara menggema menembus telinga juga lidahmu yang merasakan sedapnya
makanan, sedikitpun tak ada andilku
dalam
pekerjaan Allah, kita saksi semua itu,
saksi melihat lakon alam, lakon hidup kita yang jauh dari restu Tuhan. Betapa
dengan sengaja mata, kepala, tangan kaki dan seluruh panca indra kita
mengingkar. Sengaja kita cebur dalam Lumpur nista yang penu kemunafikan.
Manusia
dengan kebodohannya telah menerima amanah yang langit dan bumi tak sanggup
memikulnya dan manusia dengan keterbatasannya telah berlaku sombong seolah
mereka akan hidup selamanya. Walau seluruh kekayaan kita tujukan untuk menghambakan diri kita kepada Sang Agung tidak
akan sanggup untuk membalas seluruh Rahmat
yang Ia berikan, bukankah kekayaan itu berasal dari padaNya?
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam terdapat
tanda tanda kebesaran bagi orang orang yang berakal” yaitu orang-orang yang
mengingat Tuhan Allah nya sambil berdiri, atau sambil duduk atau
dalam keadaan berbaring, dalam keadaan
susah maupun senang mereka memikirkan sejenak tentang penciptaan langit dan bumi. Kita akan mengetahui rahasia besar di alam raya ini
tentang siapa itu diri kita sebenarnya, siapakah manusia itu? Seperti kata Pemazmur
“ jika aku melihat langit, hasil firman Mu, bulan dan bintang yang kau
tempatkan: apakah manusia, sehingga kau mengingatnya? Apakah anak manusia
sehingga engkau mengindahkannya? Namun engkau telah menciptakannya sama seperti
Engkau sendiri, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat” Cinta
kepada dunia membuat kita lupa akan kebesaran Allah disaat pepohonan,
gunung-gunung, lautan, matahari, bulan, bintang, dan segala yang bernafa sujud mengagungkan
keesaanNya tanpa sedikitpun ada kegundahan, keraguan dan kebosanan.
Jangan
samakan Allah dengan siapapuan, agungkanlah
dia, Esa-kanlah dia dengan ikhlas.
Seperti “elemen manusia (roh manusia) yang sadar akan Allah, sanggub menyembah
Allah, dan sebagai pelita Allah” Kata Zakharia dan roh manusia itu terdiri dari
intuisi yang bersekutu dengan Allah Ungkap Yohanes. Allah
menjadikanmu dengan kasih sayang agar andapun dapat berkasih pula pada yang
lain terlebih orang tuamu.
Bayangkan begitu mulia kedua orang tua
kalian sebagai perpanjangan tangan Tuhan menghadirkanmu di muka bumi. 9 bulan
engkau dalam kandungan ibunda tercinta, dengan susah payah mengandung anak yang
di harapkan kelak dapat berbakti pada mereka. Renungkanlah saat engkau berada
dalam kandungannya.
Bukan hanya desakan fisik, namun juga desakan psikis membuatnya menderita, rasa
takut, ia harus berhati-hati melangkah, berhati-hati untuk makan dan minum
untuk anaknya
yang akan lahir. Andai saat itu akal sehat ibumu hilang lalu menggugurkanmu atau membenturkan mu saat lahir tentu
kau tidak ada disini, tidak hadir dimuka bumi menyaksikan keindahan ciptaan
Tuhan. Coba kau bayangkan jika kita makan
terlampau kenyang begitu sengsaranya, apalagi kesengsaraan seorang ibu yang
harus membawamu selama itu dalam kandungan dengan susah makan, tidur dan
berjalan, Setelah itu lalui kesengsaraan yang luar biasa kemudian menghadirkan kita.
Namun setelah melahirkan
bukan
kesengsraan itu berakhir namun justru bertambah. Dia harus mengasuhmu sekalipun tingkahmu menjengkelkan namun
ibu tetap sabar. Sekali waktu kau juga membuatnya marah dan tanpa sadar kau bahkan menghinanya membantah sampai
membuatnya menangis. Pernahkah kau berfikir bahwa ayah dan ibumu senantiasa
mendampingimu, saat kau bersedih merekapun ikut bersedih, dikala engkau bahagia
merekapun ikut bahagia namun jikala
mereka bersedih mereka berusaha menyembunyikan kesedihan mereka karena takut engkau akan bersedih. Begitu besar kasih yang
diberikan orang tua namun setelah dewasa engkau melukai mereka dengan sikap dan perkataanmu
seolah tanpa dosa.
Saat
ini kata bersyukur adalah kata yang pantas bagi kita yang masih bisa merasakan kasih sayang kedua
orang tua kita, terlepas dari
mereka yang lahir tanpa mengetahui wajah asli ayah dan ibunya tapi masih
merasakan kasih sayang dari orang-orang terdekat yang mengasihi dan membesarkan
mereka saat bayi, dan tersiksa jika mengetahui kebenaran yang terseruak dibalik
kasih sayang yang polos. Bahkan tidak
sedikit diantara teman-teman
kita
yang sudah tidak bisa merasakan indahnya
kasih
sayang itu, karena ada diantara kedua
orang tua mereka telah pergi (meninggal) mendahului meraka menghadap sang
pencipta dan suatu massa itu akan
menjemput anak-anak mereka di pelabuhan Surga yang diimani oleh kita sungguh
ada kebenarannya.
Bayangkan jika kita
mendapati kedua orang tua kita
telah terbujur kaku sementara telah banyak dosa yang telah kita perbuat pada mereka, kalian belum
sempat memohon ampun dan mendapat maaf
dari
mereka,karena
lebih dulu berlalu pergi bersama takdir. Betapa ruginya kita. Cita-cita harapan dan
impian meraka agar dapat melihatmu sukses, menjadi
orang yang berguna belum sempat mereka saksikan.
Ibumu tidak pernah meminta agar engkau membalas jasanya, ayahmu tidak pernah memohon sedikitpun dalam pikirannya agar engkau mengembalikan nafkah yang pernah
diberikan padamu. Semua yang meraka lakukan adalah penuh keikhlasan untuk
melihatmu senang dan bahagia untuk
melihat anak-anak mereka yang lain dalam cinta dan kasih yang lebih akan Tuhan
Allahnya. Itulah tugas sejati mereka sebagai Tuhan Allah kedua di bumi, tak
cukup
dari kita membalas jasa itu. Sekalipun
ibadahmu bagus, itu tidak berarti apa-apa
jika perkataan, sikap dan tingkah laku kita senantiasa membuat mereka sedih dan cemas. selepas dari sini mohon ampunlah pada kedua
orang tua kita.
Apakah
kita dapat mengelak dari kematian ibu dan ayah, isteri, dan anak-anak. Serta sahabat-sahabat terkasih kita. Pasti tak ada
manusia yang mau, namun ketika panah sang
anggung itu dialamatkan pada kita. Sipakah kita sehingga melawan kekuatan yang
maha dahsyat itu. Ayo lakukan yang terbaik bagi sesama seperti waktu kita
datang...orang-orang sekeliling kita tertawa dan kita dalam wujut bayi yang
polos itu menangis memohon belas kasih, dengan perbuatan baik sekecil apapun
saat kita hidup akan sangat penting nanti, saat Kita akan terbujur kaku dengan
senyum indah dan merekalah yang kemudia bersedih dan menangis. Percaya atau
tidak, percayalah... itu hukum alam, hukum yang berlaku bagi semua manusia. Berbeda
dengan pertentangan ada dan tidada, sebab akibat, hukum eksistensi, non
kontradiksi, dan hukum lainnya namun hukum ini pasti bagi kita, ketika kebaikan
itu kau tebarkan selama ini walau hanya sedikit, tapi saat massa itu tiba, seisi bumi seakan miring mendukung
ketiadaanmu, awan kelam mengudang mendung memaksakan hujan duka ke bumi seirama pudarnya kasih sayang dan jiwa yang
direngut paksa oleh takdir. Itu orang baik selalu berbagi di tengah
keterbatasan, bekerja dengan setia, cinta kasih, damai dan rasa kehilangan
adalah kata yang diungkapkan para sahabat, sedangkan mampus adalah mereka yang
diluar kuasamu sendiri. Hidup ini tetap indah, mulai dari ketiadaan menuju
ketiadaan kembalilah kau anak yang malang ke tempat asalmu yang abadi. SEMOGA