Setiap orang tua dapat mendongeng untuk anak, apakah dongeng itu
sekadar hiburan, atau untuk maksud lain. Cinta orang tua terhadap
anaklah yang mendorong para orang tua menjadi kreatif, dan biasanya
pengalaman hidup anak menjadi sumber ide.
Dengan sedikit berlatih, Anda dapat memperoleh pengalaman dan cara
yang menyenangkan untuk menyampaikan cinta, nilai-nilai dan keyakinan
Anda. Semua itu disampaikan secara halus melalui dongeng. Lawrence
Kutner, Ph.D, seorang ahli jiwa Psikiatri di Harvard, Amerika Serikat,
mengatakan bahwa dongeng penting bagi anak karena dongeng dapat mengajak
anak memasuki pengalaman hidup tanpa risiko. Anak juga dapat mengatasi
persoalan dengan cara mengidentifikasikan diri dengan tokoh cerita.
Melalui dongeng, persoalan-persoalan seperti pertama kali pergi ke
sekolah, dapat diatasi dengan ‘enak’. Bagaimana meramu dongeng untuk
anak ?
1. Dimulai dengan kalimat “ Pada suatu hari…”
Kalimat ini mengarahkan anak pada suatu waktu dan tempat yang tak
tertentu; gunung-gunung dapat berbicara, bebatuan dapat menari dan
menyanyi. Menurut Lawrence Kutner, kalimat “Pada suatu hari” juga dapat
memberi pesan pada anak bahwa Anda memberi sesuatu yang berbeda dari
kenyataan. Selain itu, kalimat itu juga dapat menciptakan ketenangan dan
memberi isyarat pada anak bahwa saat Anda bercerita itu merupakan saat
yang istimewa bagi Anda dan anak.
Contoh : Pada suatu hari, di sebuah hutan lebat yang indah, di sebuah
sarang pohon yang tinggi, hiduplah seekor burung hantu kecil yang
lembut dan baik hati.
2. Ciptakan tokoh
Adanya tokoh yang menjadi idola anak merupakan hal penting yang harus
ada dalam cerita Anda. Karena anak-anak selalu siap mengidentifikasikan
dirinya dengan binatang kecil, pilihlah binatang sebagai tokoh cerita
Anda. Sambil berdongeng, Anda pun dapat menyisipkan harapan Anda.
Berilah sifat pada tokoh cerita sesuai dengan sifat anak yang ingin Anda
ubah. Misalnya, tikus cerdik atau kunang-kunang periang yang tak pernah
mau tidur siang. Kemudian masukkan tokoh lain yang dibanggakan anak: si
topi merah yang belajar huruf, seorang anak kecil yang membangun menara
dari bantal atau balok.
Berikan nama yang menarik untuk tokoh-tokoh cerita Anda. Tupai
Gembul, Kiki Kikuk, Paman Linglung, adalah nama-nama yang memudahkan
anak untuk mengkhayalkan tokoh cerita. Dengan demikian cerita Anda pun
menjadi lebih hidup. Contoh : Burung kecil itu bernama Moni. Teman-teman
sering memanggilnya Moni Imut, karena ia memang imut-imu. Meskipun
badannya mungil, sayapnya lebar dengan bulu-bulu yang kuat. Matanya pun
besar, jenih dan jenaka. Setiap pagi, Moni suka terbang berputar-putar
di atas sungai, di atas lapangan, menukik, lalu pulang.
3. Dekatkan dengan kondisi anak
Dekatkan tokoh cerita dengan anak-anak yang pada umumnya ingin tahu dan
ingin bertualang. Keingintahuan tokoh merupakan ‘perangkat’ yang baik
untuk sebuah dongeng. Lengkapi karakter tokoh dengan beragam perasaan
yang biasa pada anak-anak, misalnya rasa ingin tahu, takut, merasa
senang, tidak senang.
Contoh : Ketika terbang, Moni kecil yang baik hati itu sering lupa
waktu. Ia senang melihat benda-benda di bawah yang kelihaan kecil.
Mobil, buah rambutan merah di pohon dan rumah-rumah. Tapi ada satu yang
tidak disukai Moni; taman kanak-kanak yang ada di dekat sungai.
4. Rangsang empati anak
Buatlah situasi yang dapat menumbuhkan empati anak, karena anak-anak
balita sulit mengembangkan empati. Banyak pengalaman emosional yang
pernah dialami oleh anak.Seperti, takut, cemas, enggan, sedih, dan
sebagainya.
Pengalaman –pengalaman emosional ini dapat dikenakan pada tokoh.
Contoh : Moni takut sekolah. Moni takut taman kanak-kanak. Moni belum
tahu, apakah kelasnya gelap ? Apakah moni harus berpisah dengan Ibu ?
Pada hari pertama, Moni dan ibunya pergi ke dekat sungai itu. Moni
melihat pintu kelas tertutup, dan ia pun mulai menangis. Moni tak ingin
ke sekolah.
5. Ciptakan kesulitan
Setiap dongeng harus mengandung teka-teki atau kesulitan. Atau kalau
tidak, Anda dapat menciptakan musuh jahat yang harus ditaklukkan.
Anak-anak perlu dibantu untuk berimajinasi, bagaimana menyelesaikan
persoalan.
Contoh : Ketika Moni dan ibunya mendarat di muka pintu sekolah, Moni
takut. Sebelumnya ia tidak pernah melihat situasi seperti itu. Tangga
masuk sekolah sangat riuh oleh suara burung-burung berwarna-warni, ramai
oleh ayam dewasa dan anak-anaknya. Sayap-sayap mengepak dan terlipat.
Ibu meninggalkan Moni. Moni ingin menangis. “Jangan tinggalkan moni,
Bu…” Tapi hanya anak-anak saja yang boleh masuk ke dalam kelas. Moni
harus ditinggal. Moni merasa sedih dan takut.
6. Pecahkan persoalan
Melepaskan tokoh dari persoalan dapat meningkatkan keyakinan anak bahwa
ia juga dapat memecahkan persoalan. Biarkan anak melihat pemecahan
persoalan yang muncul dari pengalaman dan dari cinta ayah-ibu kepada
anaknya.
Jangan terpaku pada cerita tentang penyihir. Biarkan tokoh mempunyai
tanggung jawab. Karena, menurut Lawrence Kutner, penyihir selalu
menggunakan sihir untuk mengubah situasi. Sihir bukanlah penyelesaian
yang patut dipelajari oleh anak. Anak akan dapat merasakan prestasinya
kalau ia melihat adanya kaitan antara usaha dan hasil yang diperoleh.
Contoh : Ketika ibunya pergi, Moni ingat pesan ibu. ‘Gunakan waktumu
untuk memperhatikan sekeliling’. Moni menarik napas dalam-dalam dan
menghembuskannya. Apa yang dilihatnya ? Seekor burung Robin dengan
bercak dibulunya. Ia seumur dengan Moni. Dan seekor burung berwarna biru
dengan biji-bijian di dalam tasnya. Mereka berjalan menuju ke pintu
yang terbuat dari anyaman ranting, sama seperti sarangnya.
Moni melangkah masuk. Ia mencium bau sup di suatu tempat. Apakah
sudah waktunya makan siang ? Lantai kelas dilapisi daun cemara yang
lembut, sama seperti di rumahnya. Di sebuah sudut, seekor burung
melompat ke atas tumpukan daun yang tinggi. Moni melihat buku-buku dan
mainan diletakkan di ambang jendela. Kemudian guru mulai menyanyi.
Oh, Moni juga bisa menyanyi, sama seperti burung lain.
Merdunya suara mereka !
7. Akhiri cerita dengan ‘Happy ending’
Happy ending penting bagi dongeng anak-anak. Ini bukan berarti tokoh
selalu harus sempurna, tetapi happy ending ini dimaksudkan untuk
menyeimbangkan dan menghibur kesulitan yang sudah dijumpai pada awal
cerita. Penyelesaian seperti ini meyakinkan anak, bahwa ia, sama seperti
tokoh, akan berhasil juga. Tapi sesekali bisa juga Anda buat akhir
cerita yang tidak selalu menyenangkan. Ini untuk meyakinkan anak, bahwa
meskipun gagal ia toh telah berusaha dengan kuat.
Dongeng yang dipusatkan pada prestasi tokoh akan membuktikan bahwa
orang tua respek terhadap perjuangan anak. Dengan beridentifikasi dengan
tokoh, anak akan tegar dalam menyelesaikan persoalannya sendiri, dan
tak mudah putus asa bila sampai gagal
Contoh : Ketika ibu datang menjemputnya, Moni menunjukkan sesuatu
yang baru pada ibu. Dengan tiga kepakan sayap yang kuat, Moni terbang
melesat lebih cepat dari biasanya. Ups ! Melewati puncak pohon, Moni
pulang. Di dekat tempat tidurnya, Moni mendengar ibu bersenandung. Moni
ingat nyanyian di sekolah dan juga Robin. Maukah Robin menjadi temannya?
Pelan-pelan Moni mulai tertidur, dan ibu masih bersenandung di sisinya.
Sumber: http://novitatandry.com/mari-berlatih-membuat-dongeng.html/