Kamis, 09 Januari 2014

Menullis Naskah Dongeng

Setiap orang tua dapat mendongeng untuk anak, apakah dongeng itu sekadar hiburan, atau untuk maksud lain. Cinta orang tua terhadap anaklah yang mendorong para orang tua menjadi kreatif, dan biasanya pengalaman hidup anak menjadi sumber ide.
Dengan sedikit berlatih, Anda dapat memperoleh pengalaman dan cara yang menyenangkan untuk menyampaikan cinta, nilai-nilai dan keyakinan Anda. Semua itu disampaikan secara halus melalui dongeng. Lawrence Kutner, Ph.D, seorang ahli jiwa Psikiatri di Harvard, Amerika Serikat, mengatakan bahwa dongeng penting bagi anak karena dongeng dapat mengajak anak memasuki pengalaman hidup tanpa risiko. Anak juga dapat mengatasi persoalan dengan cara mengidentifikasikan diri dengan tokoh cerita. Melalui dongeng, persoalan-persoalan seperti pertama kali pergi ke sekolah, dapat diatasi dengan ‘enak’. Bagaimana meramu dongeng untuk anak ?
1.    Dimulai dengan kalimat “ Pada suatu hari…”
Kalimat ini mengarahkan anak pada suatu waktu dan tempat yang tak tertentu; gunung-gunung dapat berbicara, bebatuan dapat menari dan menyanyi. Menurut Lawrence Kutner, kalimat “Pada suatu hari” juga dapat memberi pesan pada anak bahwa Anda memberi sesuatu yang berbeda dari kenyataan. Selain itu, kalimat itu juga dapat menciptakan ketenangan dan memberi isyarat pada anak bahwa saat Anda bercerita itu merupakan saat yang istimewa bagi Anda dan anak.
Contoh : Pada suatu hari, di sebuah hutan lebat yang indah, di sebuah sarang pohon yang tinggi, hiduplah seekor burung hantu kecil yang lembut dan baik hati.
2.    Ciptakan tokoh
Adanya tokoh yang menjadi idola anak merupakan hal penting yang harus ada dalam cerita Anda. Karena anak-anak selalu siap mengidentifikasikan dirinya dengan binatang kecil, pilihlah binatang sebagai tokoh cerita Anda. Sambil berdongeng, Anda pun dapat menyisipkan harapan Anda. Berilah sifat pada tokoh cerita sesuai dengan sifat anak yang ingin Anda ubah. Misalnya, tikus cerdik atau kunang-kunang periang yang tak pernah mau tidur siang. Kemudian masukkan tokoh lain yang dibanggakan anak: si topi merah yang belajar huruf, seorang anak kecil yang membangun menara dari bantal atau balok.
Berikan nama yang menarik untuk tokoh-tokoh cerita Anda. Tupai Gembul, Kiki Kikuk, Paman Linglung, adalah nama-nama yang memudahkan anak untuk mengkhayalkan tokoh cerita. Dengan demikian cerita Anda pun menjadi lebih hidup. Contoh : Burung kecil itu bernama Moni. Teman-teman sering memanggilnya Moni Imut, karena ia memang imut-imu. Meskipun badannya mungil, sayapnya lebar dengan bulu-bulu yang kuat. Matanya pun besar, jenih dan jenaka. Setiap pagi, Moni suka terbang berputar-putar di atas sungai, di atas lapangan, menukik, lalu pulang.
3.    Dekatkan dengan kondisi anak
Dekatkan tokoh cerita dengan anak-anak yang pada umumnya ingin tahu dan ingin bertualang. Keingintahuan tokoh merupakan ‘perangkat’ yang baik untuk sebuah dongeng. Lengkapi karakter tokoh dengan beragam perasaan yang biasa pada anak-anak, misalnya rasa ingin tahu, takut, merasa senang, tidak senang.
Contoh : Ketika terbang, Moni kecil yang baik hati itu sering lupa waktu. Ia senang melihat benda-benda di bawah yang kelihaan kecil. Mobil, buah rambutan merah di pohon dan rumah-rumah. Tapi ada satu yang tidak disukai Moni; taman kanak-kanak yang ada di dekat sungai.
4.    Rangsang empati anak
Buatlah situasi yang dapat menumbuhkan empati anak, karena anak-anak balita sulit mengembangkan empati. Banyak pengalaman emosional yang pernah dialami oleh anak.Seperti, takut, cemas, enggan, sedih, dan sebagainya.
Pengalaman –pengalaman emosional ini dapat dikenakan pada tokoh.
Contoh : Moni takut sekolah. Moni takut taman kanak-kanak. Moni belum tahu, apakah kelasnya gelap ? Apakah moni harus berpisah dengan Ibu ? Pada hari pertama, Moni dan ibunya pergi ke dekat sungai itu. Moni melihat pintu kelas tertutup, dan ia pun mulai menangis. Moni tak ingin ke sekolah.
5.    Ciptakan kesulitan
Setiap dongeng harus mengandung teka-teki atau kesulitan. Atau kalau tidak, Anda dapat menciptakan musuh jahat yang harus ditaklukkan. Anak-anak perlu dibantu untuk berimajinasi, bagaimana menyelesaikan persoalan.
Contoh : Ketika Moni dan ibunya mendarat di muka pintu sekolah, Moni takut. Sebelumnya ia tidak pernah melihat situasi seperti itu. Tangga masuk sekolah sangat riuh oleh suara burung-burung berwarna-warni, ramai oleh ayam dewasa dan anak-anaknya. Sayap-sayap mengepak dan terlipat. Ibu meninggalkan Moni. Moni ingin menangis. “Jangan tinggalkan moni, Bu…” Tapi hanya anak-anak saja yang boleh masuk ke dalam kelas. Moni harus ditinggal. Moni merasa sedih dan takut.
6.    Pecahkan persoalan
Melepaskan tokoh dari persoalan dapat meningkatkan keyakinan anak bahwa ia juga dapat memecahkan persoalan. Biarkan anak melihat pemecahan persoalan yang muncul dari pengalaman dan dari cinta ayah-ibu kepada anaknya.
Jangan terpaku pada cerita tentang penyihir. Biarkan tokoh mempunyai tanggung jawab. Karena, menurut Lawrence Kutner, penyihir selalu menggunakan sihir untuk mengubah situasi. Sihir bukanlah penyelesaian yang patut dipelajari oleh anak. Anak akan dapat merasakan prestasinya kalau ia melihat adanya kaitan antara usaha dan hasil yang diperoleh.
Contoh : Ketika ibunya pergi, Moni ingat pesan ibu. ‘Gunakan waktumu untuk memperhatikan sekeliling’. Moni menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Apa yang dilihatnya ? Seekor burung Robin dengan bercak dibulunya. Ia seumur dengan Moni. Dan seekor burung berwarna biru dengan biji-bijian di dalam tasnya. Mereka berjalan menuju ke pintu yang terbuat dari anyaman ranting, sama seperti sarangnya.
Moni melangkah masuk. Ia mencium bau sup di suatu tempat. Apakah sudah waktunya makan siang ? Lantai kelas dilapisi daun cemara yang lembut, sama seperti di rumahnya. Di sebuah sudut, seekor burung melompat ke atas tumpukan daun yang tinggi. Moni melihat buku-buku dan mainan diletakkan di ambang jendela. Kemudian guru mulai menyanyi.            Oh, Moni juga bisa menyanyi, sama seperti burung lain. Merdunya suara mereka !
7.    Akhiri cerita dengan ‘Happy ending’
Happy ending penting bagi dongeng anak-anak. Ini bukan berarti tokoh selalu harus sempurna, tetapi happy ending ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan dan menghibur kesulitan yang sudah dijumpai pada awal cerita. Penyelesaian seperti ini meyakinkan anak, bahwa ia, sama seperti tokoh, akan berhasil juga. Tapi sesekali bisa juga Anda buat akhir cerita yang tidak selalu menyenangkan. Ini untuk meyakinkan anak, bahwa meskipun gagal ia toh telah berusaha dengan kuat.
Dongeng yang dipusatkan pada prestasi tokoh akan membuktikan bahwa orang tua respek terhadap perjuangan anak. Dengan beridentifikasi dengan tokoh, anak akan tegar dalam menyelesaikan persoalannya sendiri, dan tak mudah putus asa  bila sampai gagal
Contoh : Ketika ibu datang menjemputnya, Moni menunjukkan sesuatu yang baru pada ibu. Dengan tiga kepakan sayap yang kuat, Moni terbang melesat lebih cepat dari biasanya. Ups ! Melewati puncak pohon, Moni pulang. Di dekat tempat tidurnya, Moni mendengar ibu bersenandung. Moni ingat nyanyian di sekolah dan juga Robin. Maukah Robin menjadi temannya? Pelan-pelan Moni mulai tertidur, dan ibu masih bersenandung di sisinya.
Sumber: http://novitatandry.com/mari-berlatih-membuat-dongeng.html/