Yan Warinussy: Sepertinya Ada Keebgganan Melakukan Pemeriksaan Pimpinan Daerah
Hanya Bupati Maybrat,Drs Bernard Sagrim yang dijadikan sebagai
tersangka dan diajukan ke sidang pengadilan tipikor. Kasus pembangunan
jalan di lokasi transmigrasi SP X dan XI Sidey yang menyeret Kepala
Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Manokwari Simson Saiba,
SH, MH maupun beberapa kasus lain dari Kejaksaan Negeri Fakfak dan
Kejaksaan Negeri Sorong. Tapi dalam kasus-kasus tersebut sama sekali
belum menyentuh para pimpinan daerah.
’Sepertinya ada keengganan dalam melakukan pemeriksaan terhadap para
pimpinan daerah yang di antaranya merupakan pengguna anggaran yang sudah
mengeluarkan perintah yang berakibat hukum, timbulnya kerugian negara.
Misalnya dalam kasus pembangunan jalan transmigrasi di SP X dan XI
Sidey, paparnya. Dikatakan Warinussy, dalam proyek tersebut
kelihatannya ada indikasi kuat bahwa kontraktor yang memperoleh
pekerjaan tersebut melakukan penyimpangan dengan membuat kontrak lain,
di luar kontrak utamanya dengan SKPD yaitu Dinas Transmigrasi dan Tenaga
Kerja Kabupaten Manokwari, yaitu dengan PT.Putra Bungsu.
Akibatnya pekerjaan tidak selesai, tapi PT.Putra Bungsu sudah
mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut. Diluar kepala dinas kata
Yan seharusnya ada tersangka lainnya. Dalam kasus korupsi pada Papua
Barat TV, LP3BH melihat bahwa indikasi keterlibatan pihak lain,
seharusnya menjadi perhatian penyidik Kejaksaan Tinggi Papua dalam
memeriksa tersangka yang ada dan sedang ditahan saat ini. Sehingga
upaya menguak korupsi dari akar hingga pucuknya menjadi nyata di Papua
Barat ini.
Demikian juga dalam kasus penyelewengan
dana pemerintah daerah
Propinsi Papua Barat sebesar Rp 78 miliar yang telah mengakibatkan
mantan Sekda Papua Barat Ir. ML Rumadas, dan Komisaris PT.PPPP Richo
dari Sorong serta mantan Kepala Cabang Bank Negara Indonesia (BNI)
Manokwari ditetapkan sebagai tersangka dan Rumadas serta Richo saat ini
sedang ditahan di Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Abepura - Jayapura.
‘’Kami melihat bahwa indikasi keterlibatan pimpinan daerah harus
ditelusuri oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Papua, karena belajar dari
kasus pemberian dana kepada mantan anggota DPR RI Inya Bay yang menyeret
Marthen Erari dan mantan Sekda Papua Barat George C. Auparay, SH, MM,
MH jelas-jelas menunjukkan adanya "perintah" atasannya tersebut,
sehingga proses pencairan dana dapat dilakukan,’’ tukasnya
Menurut LP3BH, dibutuhkan keterbukaan dari mantan Sekda Papua Barat
Auparay untuk menerangkan bahwa dia memerintahkan mantan Kepala Biro
Keuangan almarhum Eddy Sirait dan stafnya Erari mencairkan dana Rp 5
miliar dan diserahkan kepada Inya Bay terjadi dengan sepengetahuan dan
sepersetujuan atasan. ‘’Demikian halnya juga dalam kasus dana Rp 78
miliar, apakah Rumadas bekerja atas inisiatifnya sendiri selaku Pengguna
Anggaran, ataukah sudah dilaporkannya kepada gubernur?
Lalu bagaimana reaksi gubernur, apakah setuju? ataukah gubernur
menolak dan atau melarang Rumadas melakukan hal tersebut?,’’ tandas
Warinussy dengan nada tanya.
Proses pencairan dan atau pemindahbukuan
dana Rp 78 miliar tersebut dari rekening kas daerah ke rekening
perusahaan dimana Richo sebagai komisarisnya seharusnya menjadi titik
perhatian dalam penyidikan lanjutan kasus ini, guna mengungkapkan aliran
dana tersebut, setelah itu kemana saja dialirkan dari rekening
perusahaan tersebut.
Hal yang sama juga terjadi pada kasus korupsi dana pelantikan
Walikota Sorong. Keterlibatan para mantan anggota DPRD Kota Sorong
seharusnya menjadi titik perhatian utama penyidik dari Kejaksaan Negeri
Sorong saat ini,’’ tuturnya.
Satu catatan LP3BH, bahwa dalam semua kasus tindak pidana korupsi
yang sampai ke pemeriksaan peradilan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
pada Pengadilan Negeri Manokwari rata-rata tidak memenuhi standar
prosedural pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/jasa
Pemerintah.¨Hampir semua proses pencairan dana bagi proyek-proyek
tersebut terjadi menjelang saat-saat penutupan tahun anggaran, sehingga
menjadi alasan gampang bagi para penyedia barang/jasa maupun penerima
barang/jasa tersebut untuk berkongkalingkong dengan alasan waktu sangat
terbatas.
Akibatnya, seringkali para penyedia barang/jasa yang adalah pengusaha
tidak memenuhi kewajibannya sesuai kontrak yang dibuat dengan para
Kepala SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Sejumlah kasus lain
yang berindikasi kuat melibatkan banyak petinggi di daerah ini adalah
kasus indikasi korupsi pada proyek hunian tetap (huntap) di Kabupaten
Teluk Wondama yang hingga saat ini seperti menguap di ruang kerja Kepala
Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Manokwari.
Juga kasus pembangunan
Kantor KONI Prov Papua Barat di Susweni maupun pengelolaan anggaran PON
Riau serta terakhir kasus pembangunan lintasan atletik di Stadion
Sanggeng-Manokwari, serta kasus indikasi korupsi di PT.Pelindo Manokwari
maupun dugaan korupsi di Kantor Pertanahan Kabupaten Manokwari
beberapa tahun lalu yang seharusnya menjadi perhatian Kepala Kejaksaan
Negeri Manokwari di Tahun 2015 mendatang. "Selebihnya baru sebatas
kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) baik di Kabupaten/Kota
maupun Propinsi seperti halnya kasus di Dinas Pendidikan Propinsi Papua
Barat yang menyeret Drs.Yunus Boari selaku Pimpinan SKPD"
katanya.(lm)