Minggu, 28 Juli 2013

Pemerintah Dalam Pusaran Konflik


PEMERINTAH DALAM PUSARAN KONFLIK
Oleh: Robertus Nauw

“Demokradi merupakan sebuah mekanisme yang memberikan ruang kepada rakyat, untuk menyeleksi pemimpin dan ini merupaka kesempatan bermakna bagi rakyat untuk menerima dan menolak isu-isu publik yang kebenarannya perlu dikaji kembali.”  yang menjadi perhatian saya adalah plemik Dugaan penyalah gunaan dana 5 miiar pelantikan Walikota Sorong periode 2012-2017 saat ini, menjadi momok atau ancaman sebuah dinamika pertarungan politik yang menarik untuk dikaji, baik antar lembaga pemerintahan legislatif versus eksekutif dan pemerintah versus kelompok kepentingan lainnya yang saat ini telah menggiring isu ini menjadi sebuah isu publik.
Isu ini kian mempertegas hasil analisis sederhana saya dalam tulisan berjudul “AWAS (Lapis) Dalam Ancaman Kualisi Parpol !” yang terbit pada Edisi Sabtu, 22 September 2012 pada Harian Radar Sorong, jauh sebelum kasus ini mencuak. Intinya isu ini memiliki tujuan mengganggu kepemimpinan Drs. Ec. Lambert Jitmau, MM sebagai orang 01 di Kota Sorong.  Yang harus bekerja ekstra mendapat dukungan politik dari representatif rakyat di DPRD (parlemen) dan masyarakat luas untuk kenjaga keseimbangan pemerintahan.
Tentu masi ingat semua calon kontestan pemimpin 01 di  Kota Sorong kemarin datang dengan jargon dan embel-embel orang parpol, bahkan mereka memainkan diskursus politik yang didasarkan pada primordialisme dan sentimen emosional, namun tumbang berkeping-keping dalam 1 putaran pada 22 Maret 2012 lalu. Hasil dari pesta akbar 22 Maret 2012 lalu yang kini meninggalkan prahara dikubu pemerintah hingga saat ini, yang kemudian menghasiakan Penyakit demokratisasi yakni suburnya sentimen emosional di era informasi dan keterbukaan ini menjadi sebuah ancaman yang membuat pemerintah tidak mungkin keluar dari logika tersebut.
Saat ini baik pemerintah secara institusi dan person merasa dirugikan dalam pusaran isu ini, bahkan seluruh rakyat kota sorong wajib pesimis, karena semangat kemenangan kualisi rakyat akan dibenturkan dengan kualisi papol, dan anti pemerintahan lapis saat ini kian kental. Bukan tidak mungkin para legislator dengan leluasa bermain diranah ini, mengbok-obok sistem dan roda pemerintahan yang ada, itu artinya kemenangan rakyat akan percuma karena ditingkat eksekusi, eksekutif tidak mendapat dukungan politik di leislatif dan juga aktor intelektual yang berada di lapisan kedua, menjaga setiap peluang untuk mengancam kepemimpinanya saat ini.   
Kebenaran rencana mempersulit kepentingan walikota saat ini bukan mimpi, tetapi telah dan sedang mengarah ke ara itu, alasaanya :
Pertama, Dana pelantikan ini bisa di batalkan atau bisa tinjau kembali karena besar biaya proses pelantikan ini diatur atau disepakati pasca akhir pemilihan, kenapa besar dana ini tidak di komplein atau ada keberatan baik dari DPR atau dari kelompok penekan lainnya sebelum pelantikan. karena langka ini efektif untuk menyelamatkan dana pelantikan yang dipersoalkan, jauh lebih baik dari pada menyuburkan sentimen emosional diantara para elit.
Kedua, Sasaran yang menjadi polemik ini kian meluas melibatkan semua institusi dan individu mulai dari KPU, DPRD, Mantan Walikota, Walikota Terpilih dan Ketua Panitia Pelantikan, institusi polri dan masih banyak lagi target berikutnya yang penulis tidak sebutkan. karena ini memiliki motif yang tendensius.      
Ketiga, gerakan ekstra parlementer dari elemen kelompok masyarakat untuk melakukan kontrol, bagaimana pun pressure group dari kelompok masyarakat, mahasiswa (student movement) harus tetap efektif, namun bukan berdasarkan hasutan dan fanatisme butase mata. Karena kalau masyrakat terjebak dan ikut memperlancar proses kolaborasi kejahatan yang dikendalikan oleh aktor intelektual yang menargetkan keuntungan dari kasus ini. masyarakat sendiri yang akan hancur.
Mari berhenti saling mempermasalahkan dan menghujat, karena tidak menguntungkan rakyat. karena ini bayang ancaman sesungguhnya. kita dukung kebijakan penyidikan polda papua apabila kerja tidak berdasarlan pesanan tindakan anti korupsi di Kota Sorong Papua Barat. agar potret PEMERINTAH DALAM PUSARAN KONFLIK benar-benar diwujutnyatakan, murni korupsi atau murni politik sentimen emosional, para elit yang kalah politik selama ini. SEMOGA