PEMERINTAH DALAM PUSARAN KONFLIK
Oleh: Robertus Nauw
“Demokradi merupakan sebuah mekanisme yang
memberikan ruang kepada rakyat, untuk menyeleksi pemimpin dan ini merupaka
kesempatan bermakna bagi rakyat untuk menerima dan menolak isu-isu publik yang
kebenarannya perlu dikaji kembali.” yang
menjadi perhatian saya adalah plemik Dugaan penyalah
gunaan dana 5 miiar pelantikan Walikota Sorong periode 2012-2017 saat ini, menjadi
momok atau ancaman sebuah dinamika pertarungan politik yang menarik untuk
dikaji, baik antar lembaga pemerintahan legislatif versus eksekutif dan
pemerintah versus kelompok kepentingan lainnya yang saat ini telah menggiring
isu ini menjadi sebuah isu publik.
Isu ini kian mempertegas hasil analisis
sederhana saya dalam tulisan berjudul “AWAS (Lapis) Dalam Ancaman Kualisi
Parpol !” yang terbit pada Edisi Sabtu, 22 September 2012 pada Harian Radar
Sorong, jauh sebelum kasus ini mencuak. Intinya isu ini memiliki tujuan mengganggu
kepemimpinan Drs. Ec. Lambert
Jitmau, MM sebagai orang 01 di Kota Sorong. Yang harus bekerja ekstra mendapat dukungan
politik dari representatif rakyat di DPRD (parlemen) dan masyarakat luas untuk
kenjaga keseimbangan pemerintahan.
Tentu masi ingat semua calon kontestan pemimpin
01 di Kota Sorong kemarin datang dengan
jargon dan embel-embel orang parpol, bahkan mereka memainkan diskursus politik
yang didasarkan pada primordialisme dan sentimen emosional, namun tumbang berkeping-keping
dalam 1 putaran pada 22 Maret 2012 lalu. Hasil dari pesta akbar 22 Maret 2012
lalu yang kini meninggalkan prahara dikubu pemerintah hingga saat ini, yang
kemudian menghasiakan Penyakit demokratisasi yakni suburnya sentimen emosional
di era informasi dan keterbukaan ini menjadi sebuah ancaman yang membuat
pemerintah tidak mungkin keluar dari logika tersebut.
Saat ini baik pemerintah secara
institusi dan person merasa dirugikan dalam pusaran isu ini, bahkan seluruh rakyat
kota sorong wajib pesimis, karena semangat kemenangan kualisi rakyat akan dibenturkan
dengan kualisi papol, dan anti pemerintahan lapis saat ini kian kental. Bukan tidak
mungkin para legislator dengan leluasa bermain diranah ini, mengbok-obok sistem
dan roda pemerintahan yang ada, itu artinya kemenangan rakyat akan percuma
karena ditingkat eksekusi, eksekutif tidak mendapat dukungan politik di
leislatif dan juga aktor intelektual yang berada di lapisan kedua, menjaga
setiap peluang untuk mengancam kepemimpinanya saat ini.
Kebenaran rencana mempersulit
kepentingan walikota saat ini bukan mimpi, tetapi telah dan sedang mengarah ke
ara itu, alasaanya :
Pertama,
Dana pelantikan ini bisa di batalkan atau bisa tinjau kembali karena besar
biaya proses pelantikan ini diatur atau disepakati pasca akhir pemilihan,
kenapa besar dana ini tidak di komplein atau ada keberatan baik dari DPR atau
dari kelompok penekan lainnya sebelum pelantikan. karena langka ini efektif
untuk menyelamatkan dana pelantikan yang dipersoalkan, jauh lebih baik dari
pada menyuburkan sentimen emosional diantara para elit.
Kedua,
Sasaran yang menjadi polemik ini kian meluas melibatkan semua institusi dan
individu mulai dari KPU, DPRD, Mantan Walikota, Walikota Terpilih dan Ketua
Panitia Pelantikan, institusi polri dan masih banyak lagi target berikutnya
yang penulis tidak sebutkan. karena ini memiliki motif yang tendensius.
Ketiga,
gerakan ekstra parlementer dari elemen kelompok masyarakat untuk melakukan
kontrol, bagaimana pun pressure group dari kelompok masyarakat,
mahasiswa (student movement) harus tetap efektif, namun bukan
berdasarkan hasutan dan fanatisme butase mata. Karena kalau masyrakat terjebak dan
ikut memperlancar proses kolaborasi kejahatan yang dikendalikan oleh aktor
intelektual yang menargetkan keuntungan dari kasus ini. masyarakat sendiri yang
akan hancur.
Mari berhenti saling mempermasalahkan
dan menghujat, karena tidak menguntungkan rakyat. karena ini bayang ancaman
sesungguhnya. kita dukung kebijakan penyidikan polda papua apabila kerja tidak berdasarlan pesanan tindakan anti korupsi di Kota Sorong Papua Barat. agar potret PEMERINTAH DALAM PUSARAN KONFLIK benar-benar diwujutnyatakan, murni korupsi atau murni politik sentimen emosional, para elit yang kalah politik selama ini. SEMOGA