Kita
semua harus tunduk kepada fastun politik, karena di atas politik ada
etika. Terlepas dari persoalan saling menghukum, menghujat dan
pembunuhan karakter dalam wacana-wacana yang dibangun. Namun toh, ini
demokrasi siapun punya hak yang sama secara politik. Bung...!!
Seperti
fenomena pilkada bagi Orang Maybrat, dalam berbagai wacana demokrasi di
indonesia dan di papua khususnya, mengalami kemajuan dan kemunduran.
Dan terlebih lebih banyak mundurnya. “Pengaruh gobalisasi dalam dunia
politik dan peradabannya di papua, sebenarnya masyarakat di Papua
(Maybrat) belum siap, namun dipaksakan untuk menelan saja pil
Globalisasi politik itu, lihat saja perilaku politik dan kehidupan dalam
peradaban saat ini. (Prof. DR. B. Kambuaya, 2011 Diskusi tentang
Globalisasi dan peradaban. Pada Munas Persekutuan Baptis Indonesia)
Barangkali
kita tidak bisa sebutkan kekacauan ini, sebagai kemunduran atau apa.
Tapi, paling tidak, itu suatu kekhilafan barangkali. Anggap saja itu
sebagai pertumbuhan yang belum selesai. Agak susah di tentukan.
Saat
ini ikatan-ikatan apapun tidak lagi menentukan selain ikatan yang di
ikat dengan uang (money politik) dan bargaining politik. Masyarakat
jangan lupa, situasi politik Kota Sorong saat ini rumit. Karena
etnisitas masyarakat yang ada, bukan hanya orang maybrat saja, namun
masih banyak etnisitas papua dan yang terlebih etnisitas nusantara
lainnya. Lepas dari itu polimik (wacana) yang kuat antar orang Maybrat
sendiri tidak bisa terhindarkan, karena sudah pasti ada lebih dari satu
orang Maybrat yg akan bertarung sebagai orang kosong satu di kota ini.
Ini pertanda suara minoritas masyarakat Maybrat akan terpecah belah.
Barang kali ketakutan ini yang realitasnya tergambar jelas di kalangan
elit dan sampai pada masyarakat akar rumput.
Tak
ada yang perlu ditakuti selain ketakutan itu sendiri, jika saja elit
maybat yang maju adalah pemimpin yang komitmen mempersonifikasikan
hasrat, moral dan jiwa yang tulus selama ini kepada masyarakat maka
dialah yang layak memimpin. (Robertus nauw, Media Papua Edisi Jumat, 12 Agustus 2011)
Yang menjadi pertanyaan besar !!
Adakah
jaminan pembangunan atau pengembangan kehidupan masyarakat menuju ke
arah yang lebih baik dari kehidupan sekarang. Dari proses politik yang
akan berlangsung, seidikit refleksi masyarakat marjinal kota Sorong asal
kabupaten Maybrat yang 20 tahun terakhir masih sebagai pemecah batu
gunung di kota ini dengan pendapatan yang menyedihkan.
Pekerja bongkar muat pelabuhan (TKBM) sorong, yang rata-rata suku
maybrat yang hak kerjanya tidak di urus dengan baik dan benar oleh
pemerintah, soal upah kerja, waktu kerja, jaminan kesehatan dan berbagai
kejanggalan lainnya, yang membuat mereka belum bangkit dari kubangan
penderitaan. Masyarakat penjual sayur dan hasil kebun lainnya di pasar
dan tiap sudut toko. Pembersih jalan serta Pengangguran
dan kenakalan remaja oleh pemuda dan remaja maybrat akibat miras, yang
sudah di ambang batas menurut kebanyakan orang.
Jika
tidak ada kebijakan yang berarti dari para elit maybrat yang ada, maka
biarkan masyarakat dan pemuda maybrat mati dalam hegemoni yang dibangun
oleh elit maybrat sendiri, yang mengatas namakan cinta rakyat. Yang pada
tatanan realita sendiri hanya omong doang, alias janji palsu. Seperti
Qori aquino, “Orang yang baik, ya mengerti saja.” (Panji, edidi 16
Juni). Masyarakat harapkan pemimpin yang memberi nilai bagi hidup dan
kehidupan terhadap rakyat kecil (bukan hanya orang maybrat). jadi
pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Sorong tahun 2012 nanti,
betul-betul adalah pemimpin yang bebar-benar lahir dari hati masyarakat,
demokratis dan bebas dari intrik politik tertentu.