Oleh: Robertus Nauw
Terkait opini sebagian kalangan di Kota
Sorong yang telah beredar luas di media massa, yang menilai bahwa solusi di
tengah kebuntuan dalam
meningkakan kesejahtraan rakyat Kota Sorong dan Papua umumnya, adalah membersihkan
pejabat public yang melakukan tindakan mencuri dan menghambur-hambur uang rakyat (Korupsi), tentu benar namun menurut
penulis belum tentu, karena pemberantasan
korupsi oleh pihak terkait di
kota ini, belum menunjukan satu
titik yang menggembirakan.
Dimana Polres, Polda Dan Pihak
Kejaksaan dalam tingkatan eksekusi tidak serius, alias abunawas tinggi karena sekian kasus
korupsi sampai dengan hari ini perkembangannya tidak jelas. Entah disebabkan oleh pertimbangan budaya lokal yang relative rumit
dipikirkan yakni Budaya hidup komunal dan saling tolong menolong
dengan kultur masyarakat yang masih tergantung pada tokoh, tidak jarang menimbulkan fenomena
kemurahan hati. Namun dalam konteks carut marutnya penyelesaian kasus dugaan korupsi dana pelantikan Walikota Sorong 2012, yang sedang
ditangani saat ini bukan tidak mungkin akan menjadi bom waktu, seiring
berjalannya waktu akan mempertegas semuanya.
Entah ini murni korupsi, atau
sentimen emosional poitik yang masi membara, atau barangkali ini kesuksesan
kelompok aktor intelektual yang menggrendesain semua situasi dari kasus ini,
dengan mengharapkan hasil tertentu adalah sebuah renungan yang panjang yang harus
kita gumuli.
pernyataan di atas bukan tidak mungkin,
karena naluri saya sebagai penulis sendiri pun jelas dibelokan oleh kasus ini. Alasannya
Pertama Sistim kordinasi
dalam pemerintahan antara ekskutif dan di legislatif terkait persetujuan dana pelantikan Waikota
Sorong Tahun 2012 lalu terkesan tidak berjalan dengan baik. Padahal aktor-aktor
dari dua lembaga ini tua dinas dibidangnya, masa untuk urus kesepakatan terkait
biaya pelantikan saja tidak becus.
Kedua Kesepakatan sepihak
terkait biaya pelantikan yang di publikasikan oleh sesama anggota di DPRD Kota
Sorong yang tidak tau menau soal keputusan dana pelantikan baik sebelum
pentikan dan pasca pelantikan kian mempertegas keburukan sistim kordinasi itu
sendiri.
Dan lebih anehnya lagi uang
rakyat 5 M yang konon merugikan rakyat itu sendiri, waktu penetapan dan pasca
pelantikan telah dipublikasikan oleh semua media massa di Kota Sorong, namun
tidak ada semacam aksi presur grup
baik dari masyarakat, mahasiswa, akademisi dan pihak-pihak opisisi lainnya yang
bertujuan meminta pelantikan di tunda, atau meminta biaya pelantikannya
dipangkas dan lain sebagainya. prsur sepri ini tidak ada, sekali lagi tidak
ada. Semua aktivis saat itu pada tidur pulas, padahal selamatkan uang rakyat
saat itu jauh lebih baik ketimbang memainkan isu sentimen emosional seperti
saat ini yang kemudian merusakan harga diri oknum pajabat tertentu, merusakan
karir dan meninggalkan gangguan psikologi dan beban pikiran yang berat bagi
keluarga dan anak-anak yang ditinggalkan dari oknum yang disangkakan. atau ini
memang sebuah skenario yang berhasil ??
Sesungguhnya penulis menilai
kasus ini murni cermin dan potret dari sentimen emosional politik yang sedang
terjadi, siapa yang harus
disalahkan atau dipertanyakan
didalamnya, memang telah
menjadi bahan diskusi menarik bagi elit local di seantero Kota Sorong dan Tanah Papua.
Dalam kontek tersebut penulis perna menulis tahun lalu pada kolom opini koran yang sama yakni
Harian Pagi Pertama dan terbesar di Kota Sorong (Radar Sorong) berjudul “Kritis Menilai Strategi Koruptor Di Kota
Sorong” Penulis dengan tegas katakan dalam kontek ini bukan murni koruptor namun
ini kelalaian dan kesalahan dari sistem sistem kordinasi itu sendiri, yang
membenarkan peryataan ini adalah beberapa tersangka dalam kehidupan
sehari-harinya jauh dari hidup mewah layaknya koruptor yang disangkakan kepada
merka, padahal tujuan korutor jelas-jelas untuk memperkaya diri.
Terlepas dari berbagai pandangan tentang bagaimana memecahkan kebuntuan
pelaksanaan ini dan berbagai
hal yang melatarbelakangi kebuntuan tersebut. Nampaknya terhadap pemberantasan
korupsi yang oleh sebagian besar elemen masyarakat Kota Sorong bahkan Papua umumnya, dianggap sebagai biangnya
kesengsaraan, perlu mendapat prioritas penanganan. Namun untuk konteks kasus yang melilit pemerintah Kota
Sorong, penulis sangat mengharapkan agar pengusutan dan penangganan kasus ini harap dilakukan secara
professional, dan jauh dari
intrik-intrik dan pesanan politik aktor lain karena para tersangka sebenarnya
hanya korban dari sistem. dan kemungkinan akan melibatkan banyak pihak, pejabat
dan oknum lainnya yang ada dalam barisan kepanitiaan.
Jujur sebagai seorang aktivis
penulis sudah pesimis dengan hasil kinerja pengusutan dan
eksekusi yang dilakukan oleh Tipikor Polda Papua terkait kasus-kasus korupsi, sebelumnya di kota ini belum terlihat optimal. Sebagaimana yang
disuarakan oleh Ikatan Mahasiswa
Sorong Raya Di Kota Jayapura baru-baru ini untuk meminta Polda Papua agar tidak
terkolaborasi dan hati-hati dalam mengungkapkan kasus korupsi di Papua lebih
kusus Wilayah Sorong Raya. “Masih banyak PR di luar kasus korupsi yang belum ditangani
secara serius oleh pihak polresta, penyidik dan kejaksaan”
Saran Penulis Untuk Keluar Dari Masalah Ini
Pertama, masyarakat Kota Sorong jangan mau diserang penyakit lupa, yakni penyakit lupa ingatan yang akut, yang berhasil dibuat oleh para aktor intelktual dengan strategi jitu, sehingga penyelesaiaannya
ditingkat Kejaksaan, Polresta dan
Polda Papua tidak menguap (hilang) begitu saja, tanpa dikawal dengan
baik oleh masyarakat.
Kedua, perkuat presur grup
ditingkat akar rumput karena aktor-aktor di institusi eksekutif dan legislatif,
telah mengobok-obok rakyat dan rakyat sendiri tidak merasakan bahkan tidak becus
mengaawal, proses persetujuan dana pelantikan, jangan-jangan kesalahan itu
terulang apalagi isntitusi yang dikawal oleh rakyat dan mahasiswa di Kota
Sorong kali ini alah adinstitusi Polri khususnya Tim Penyidik dari Tipikor
Polda Papua dan Polresta serta Kejaksaan! sampai kalau hal ini yang terjadi.
Jelas ini satu kemenangan pertama dari aktor intelektual yang mengkondisikan
emosional politiknya dalam kasus ini berjalan dengan baik. yakni mengganggu
sistem pemerintahan walikota sorong.
(*) Penulis Adalah Mantan Relawan PSCS Kota Jayapura-Papua