Senin, 29 Juli 2013

Pudarnya Gerakan Mahasiswa


 Oleh: Robertus Nauw (*)


Kampus adalah tempat mimbar bebas yang mengawali seorang mahasiswa mengenal kehidupan politik, kendati pun yang bersangkutan bukan dari jurusan ilmu politik atau ilmu sosial lainnya, namun dinamika konsistensi gerakan politik kampus kian mempertegas mahasiswa sebagai sesuatu kekuatan politik yang besar. Itu sebabnya para aktivis kadang terjebak dalam pelacuran intelektual bersama para elit baik dalam hal merebut dan mempertahankan kekuasaan dimana para elit memanfaatkan mahasiswa untuk kerja-kerja politik praktis.
Kita tahu bahwa sebelum bahkan sesudah reformasi, gerakan moral (moral force) mahasiswa selalu menjadi alat yang cukup efektif untuk mengontrol kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat. Apa yang diperjuangkan selalu berdasarkan pada target, tujuan dan orientasi yang jelas, yaitu, demi sebuah perubahan bagi rakyat dan tegaknya demokratisasi.
Mahasiswa bergerak bukan hasil seting politik yang dimainkan oleh elit (pemerintah, pengusaha, politisi), apalagi untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya, tetapi murni untuk kepentingan masyarakat. Meskipun resiko politik yang harus mahasiswa terima cukup riskan, seperti tekanan, ancaman dan intimidasi, mereka juga tidak tergoda dengan sebuah janji-janji politik tertentu.
Peran mahasiswa dalam memberikan pendidikan politik langsung ke masyarakat akar rumput atau mengatvokasi ketimpangan sosial di masyarakat,  akan pemahaman atas hak-hak dan kewajiban sebagai warga negara adalah bagia hidup dari mahasiswa, namun konsistensi gerakan dan komitmen perjuangan seperti ini sukar sekali kita temukan dalam kehidupan pergerakan mahasiswa di Kota Sorong.
Gerakan mahasiswa saat ini cenderung ikut-ikuan, kehilangan arah, target, tujuan dan orientasi yang sebenarnya. Apa yang diperjuangkan mahasiswa tidak selalu pararel dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat. Seakan-akan mahasiswa sudah terpisah dari masyarakat, padahal masyarakat adalah alasan kekuatan utama untuk melakukan perubahan. Tanpa kepentingan  masyarakat gerakan mahasiswa tidak akan berarti apa-apa.

Berkaca pada realita

Gerakan moral yang domotori mahasiswa lebih mencerminkan pertarungan antar elit, isu yang diangkat seputar isu elit, bukan lagi isu-isu yang menyentuh kepentingan masyarakat.  Tidak ada isu yang biasa menjadi ciri khas mahasiswa dalam setiap aksi. Sebab, mahasiswa bahkan organisasi ekstra kampus pun sudah terbagi ke dalam kelompok-kelompok elit, yang memiliki afiliasi politik tertentu entah dengan penguasa di legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Konstalasi gerakan mahasiswa di Kota Sorong dalam hemat penulis sudah sangat menjijikan karena terkontaminasi dengan segala macam kepentingan, contohnya gerakan mahasiswa baru ada saat dewa-dewa mereka tersandung suatu kasus, lantas mereka lawan dengan aksi baik mendukung maupun aksi-aksi tandingan untuk membela kepentingan elit mereka.
Sangat disayangkan, gerakan mahasiswa kerap kali bukan murni atas preferenasi idealisme dan idelogi mereka tetapi atas kepentingan dan pesanan kelompok lain yang menunggangi mereka. Tarik menarik kepentingan seakan sudah menjadi hal biasa dalam diri mahasiswa. Akhirnya, idealisme kalah dengan kepentingan pragmatis sesaat. yang kemudian penulis identikkan dengan nama pelacuran intelektual karena lunturnya idealisme mahasiswa.