Jumat, 19 Juli 2013

Mencari Nasionalisme Yang Hilang

Oleh: Robertus Nauw

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup seorang diri, dimana pun dan bilamana pun, manusia senantiasa memerlukan kerja sama dengan orang lain. Membentuk pengelompokan sosial (social grouping) diantara sesama dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan. Dan dalam kehidupan bersama itu manusia memerlukan pula adanya organisasi, yaitu suatu jaringan interaksi sosial antar sesama untuk menjamin keterlibatan, interaksi antara anggota kelompok berjalan sesuai nilai serta norma yang sudah mapan. Demi kelangsungan hidup untuk mewujutkan lingkungan yang serasi diperlukan kerjasama kolektif dan diantara sesama untuk melaksanakan aturan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota.

Ini sebuah refleksi akan perjalanan generasi papua lebih khusus mahasiswa yang mana sebagai masyarakat terdidik mengekspresikan kegalauan mereka sebagai kaum terdidik atau kaum pembelajar menuju terpelajar yang selalu mencari ruang dan bahkan membuat ruang sebagai wadah (organisasi) ekspresi, pendidikan, pembelajaran dan melakukan pengkaderan. Yang kemudian membuat penulis mengelompokan generasi ini sebagai berikut, pertama golongan Generasi yang sengaja dibuat apatis, kedua golongan generasi kritis dimana generasi yang memiliki nasionalisme papua yang tinggi, sedangkan mahasiswa apaptis adalah generasi yang memiliki nasionalisme Indonesia yang tinggi, wujutnyatanya bisa dilihat dari orientasi perjalanan organisasi itu sendiri dan sikap individu dari kelompok tersebut dengan satu kekuatan tawar-menawar yang tidak berkurang melainkan bertambah dimana generasi sekarang semakin sadar bahwa kita sudah berpikir mundur jika kita bicara tentang disintegrasi.

sehingga pada tatanan ini, penulis tertarik menarik sebuah benang merah yang pendek katanya “Mencari Nasionalisme Papua yang hilang”. Nasionalisme menunjuk pada rasa kesadaran hidup berbangsa. Rasa ini terbentuk dari rasa kristalisasi faktor kultural, sejarah, psikologi yang memaksa individu untuk bersatu atas dasar memiliki nilai-nilai kemasyarakatan dan cita-cita bersama (Hans,1996). Sedangkan dalam kancah politik nasionalisme ini diterjemahkan di dalam keharusan memiliki tatanan politik sendiri, merdeka dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi. Nasionalisme merupakan basis pembentukan identitas nasional. Persamaan kultur ditumbuhkan dengan pengalaman sejarah yang sama membentuk suatu nasionalisme bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Unsur-undur ini menyatu untuk membentuk suatu perangkat nilai keyakinan dn rasa bangga akan keberadaan angsanya. Rasa bangga dengan simbol-simbol yang berkaitan dengan keberadaan suatu bangsa yang kemudia kita kenal dengan patriotisme.

Sesuai pengertian nasionalisme yang dijelaskan di atas, rupanya generasi papua sekarang dan akan datang tidak lagi mengerti makna dari kata nasionalisme itu sendiri, hal ini membuktikan bahwa sanpai saat ini, banyak generasi papua yang belum memiliki budaya politik papua, dan masih bingung tentang identitas mereka, dan sekarang yang dimiliki oleh mereka adalah budaya politik Indonesia-Jawa yang sudah mendoktrin mereka untuk segera meninggalkan budaya melanesia dan cenderung ke budaya melayunisasi, hal yang mendasari mereka untuk lupa akan identitas dan jati diri sebagai orang papua adalah janji negara akan terpenuhinya kebutuhan dan fasilitas sebagai penunjang hidup di hari esok dan hari tua. Ada satu hal yang perlu di ingat bahwa para pejuang Republik Indonesia, mereka sebagai pahlawan sejati dimana mereka memperjuangkan kemerdekaan yang sekarang dinikmati oleh anak cucu mereka (generasi sekarang). Yang menjadi pertanyaan, apa generasi papua sekarang semuannya memiliki semangat nasionalisme yang tinggi?, apakah kita bangga jadi orang papua? dan apakah kita bangga jadi generasi salah asuh?. Banyak diantara mereka yang tidak lagi bersimpati dengan pemimpin yang tidak lagi berperikemanusiaan. Yang anehnya ada orang papua yang mengaku dirinya sebagai pahlawan dinegeri ini bahkan mereka (orang papua tersebut) lebih mengaku atau banggsa sebagai orang Indonesia dibandingkan dengan orang Indonesia Jawa yang memang asli orang
Indonesia.

Bagaimana kembali menumbuh kembangkan kembali semangat nasionalisme Papua yang hilang di tengah tingginya iklim pemekaran wilayah Papua yang telah berhasil memecahbelakan masyarakat Papua berdasarkan asal usul dan primordial suku yang kental?. Seiring dengan pembagian Papua berdasarkan suku asal dalam pemekarang kota dan kabupaten di Provinsi Papua, membuat generasi Papua tidak lagi paham akan identitas dan dan jati diri Papua yang sebenarnya apa ini pertanda bahwa generasi sekarang tidak mempunyai komitmen dan harga diri dan tidak berprinsip. Hal ini terbukti ketika banyak diantara generasi Papua yang hanya ikut-ikutan, ketika diberi jabatan, atau diberi fasilitas, dan serbagai macam janji yang ditawarkan dan mereka rela menjadi penghianat dengan menual tanah ini dan rakyat Papua demi kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.

Mari kita putuskan, untuk tidak meniru kelakuan pemimpin kita yang tidak berperikemanusiaan, mari kita mengabungkan otot dan otak kita ke arah baru mari kita mencoba menciptakan manusia papua sejai dan utuh tanpa terkontaminasi. Karena masih banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan masih ada beban berat yang kita pikul bersama perjungan menuju papua sejahtera yang kita cita-citakan. Negara ini telah melakukan apa yang kita rencanakan dan telah melakukannya dengan baik. Mari kita berhenti saling mempersalahkan, tapi kita koreksi diri kita perbaharui mental kita yang mudah dihasut.

Kita sadar bangsa ini banyak berjasa dan selama ini membesarkan kita, namun pada akhirnya kita harus berani bicara kebenaran. Agar kebanggan jadi orang papua itu tidak hanya di generasi terdahulu, sejarah yang menunjukan pada kita bahwa zaman boleh beralih, namun akar dari semuanya tidak boleh tercabut, yaitu kemauan kita sebagai sebuah bangsa. Ini akan menjadi penuntun jalan kita untuk pulang dan mengeja kembali nasionalisme Papua yang telah hilang diantara carut marut dan gegab gempita Otonomi Khusus.